Rabu, 12 Maret 2014

Genetika=ALEL tw Interaksi Gen



ALEL (INTERAKSI GEN)
A.      Interaski  Gen
Di dalam benang kromosom terdapat DNA. Sepenggal DNA terdapat lagi zarah penentu sifat individu yang merupakan unit terkecil yang tidak dapat lagi dibagi - bagi. Zarah tersebut yang dinamakan GEN. Ada juga yang menyebut gen sebagai unit terkecil dari materi genetika. Gen terletak pada lokus (lokasi) tertentu pada kromosom dalam suatu deretan yang berurutan dan teratur. Pada manusia, gen membawa sifat yang akan diturunkan, seperti golongan darah, warna kulit, sifat, rambut, dan lain-lain.
Biasanya kita beranggapan bahwa suatu fenotip ditentukan oleh satu gen saja, misalnya: gen Merah (M), gen tinggi (T) dst. Kenyataan menunjukkan bahwa ada 2 gen atau lebih banyak gen yang dapat saling berpengaruh untuk menentukan suatu fenotip, peristiwa itu disebut Interaksi Gen. Interaksi gen pertama kali ditemukan pada bentuk jengger/jawer/pial ayam, pada ayam ras dikenal : pial Rose (mawar), Pea (kacang), Walnut dan pial bilah/ tunggal/single.

1.         Bentuk Jengger Ayam dari Galur yang Berbeda
Bentuk pial ini ternyata dipengaruhi oleh 2 pasang gen yang saling mempengaruhi yaitu      gen R dengan r dan  gen P dengan p.
Ayam bergenotip R-pp berpial Rose             Ayam bergenotip rrP-   berpial Pea
Ayam bergenotip R-P-  berpial Walnut      Ayam bergenotip rrpp  berpial single
Walnut disilangkan dengan walnut. Hasil dari perkawinan antara Walnut dan Walnut diperoleh:
                9              R- P-      : WALNUT                   3              R- pp     : ROSE
                3              rr P-       : PEA                             1              rr pp      : SINGLE
Menghasilkan kombinasi 16 kombinasi dengan perbandingan keturunan = 9 : 3 : 3 :
Pada interaksi gen dikenal beberapa peristiwa sebagai berikut:
a.         Epistasis Dominan → penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya.
Rumusnya: A mengalahkan B dan b (A epistasis terhapd B dan b)
ex” : Pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo).
W : gen penentu warna kulit putih         Y  : gen penentu warna kulit kuning P
W:        WWYY  (Putih)                         x  :           wwyy   (Hijau)                                  
F1 :   WwYy    ( Putih)
F2 :    9 W-Y-      Putih
       3 W-yy       Putih                       Putih : Kuning : Hijau =
                               3 wwY-      Kuning                      12   :     3      :    1
                               1 wwyy      Hijau             

b.        Epistasis Resesif, suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya.
Rumusnya :         aa epistasis terhadap B
ex” : Pewarisan warna rambut mencit (Mus musculus)  
A:  gen penentu warna kelabu,           a:  gen penentu warna hitam
C:  gen penentu keluarnya warna       c :  gen penentu warna tidak keluar                        
P :   AACC  (Kelabu)   x     aacc   (Albino)                   
F1 :  AaCc   ( Kelabu )
F2 : 9 A-C-       Kelabu
       3 A-cc       Albino         Kelabu : Hitam : Albino =
    3 aaC-       Hitam             9        :      3    :     4
1        aacc       Albino                                 
  
c.         Epistasis dominan-resesif → terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistasis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistasis terhadap pasangan gen I.
Rumus :  A    epistasis thd B dan b,               
 bb  epistasis terhadap A dan a
Ex” : pewarisan warna bulu ayam
P :  IICC  (putih)      x     iicc (putih)           
F1 :  IiCc  (putih)
F2 :  9 I-C-   Putih
                             3 I-cc   putih                               putih : berwarna =
                             3 iiC-   berwarna                           13   :    3
                             1 iicc   putih                                 
d.        Gen-gen Komplementer, yaitu Gen-gen yg membantu gen lain, agar suatu sifat dapat muncul, jika salah satu gen dominan tidak hadir maka pertumbuhan karakter akan terhalang/tertutupi. Contoh : orang bisu tuli sejak lahir. Orang normal memiliki gen D dan E bersama-sama, jika hanya memiliki salah satu atau tidak ada gen dominan maka orang akan terlahir bisu tuli.
P :    DDee (bisutuli)         x              ddEE  (bisutuli)                      
F1 :  DdEe ( Normal)
F2 :  9 D-E-       Normal
                             3 D-ee     bisutuli                       Normal : bisutuli =
                             3 ddE-      bisutuli                          9        :      7                           
                              1 ddee     bisutuli                     
e.         Gen-gen rangkap dengan efek kumulatif → epistasis yang muncul akibat adanya duplikat dari gen sebelumnya dengan adanya efek komulatif
Ex” : pada Cucurbita pepo yang memiliki tiga macam bentuk buah yaitu cakram, bulat, lonjong.
P  :   BBLL  (cakram)         x        bbll (lonjong)      
F1 :  BbLl (cakram)
                     F2  :  9 B-L-   Cakram
                               3 B-ll    bulat                                 cakram  :  bulat  :  lonjong =
                               3 bbL-  bulat                                       9       :    6      :       1
1        bbll   lonjong
B.       Alel Ganda
Kromosom dalam sel tubuh biasanya berpasangan. Sepasang kromosom merupakan homolog sesamanya. Artinya mereka memiliki bentuk dan lokus gen yang sama. Sepasang gen yang terdapat pada lokus yang sama pada kromosom yang homolog disebut ALEL. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung, ataupun berlawanan. Contoh alel yang fungsinya sama adalah gen penentu warna merah pada bunga (AA). Kedua pasangan gen (alel) tersebut membawa sifat yang sama, yaitu merah (A). Karena fungsinya sama, maka disebut alel homozogot. Contoh alel yang fungsinya tidak sama/berlawanan adalah gen penentu warna merah muda (Aa). Kedua pasangan gen (alel) tersebut membawa sifat yang tidak sama, yaitu ada yang membawa sifat merah (A) dan sifat putih (a) sehingga timbul sifat intermedier. Karena fungsinya tidak sama, maka disebut alel heterozogot.
Surya (1984) mendefinisikan alel sebagai anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan. Misalnya gen B memiliki peran untuk menumbuhkan karakter pigmentasi kulit secara normal. Gen B dapat membentuk melanin karena diekspresikan sepenuhnya pada penampakan fisik organisme. Dalam hal ini gen B menimbulkan karakter yang dominan. Apabila gen B bermutasi maka akan berubah menjadi b, sehingga pigmentasi kulit secara normal, tidak dapat dilakukan. Gen b menimbulkan karakter yang berbeda, yaitu resesif. Karakter resesif ini menumbuhkan karakter albinisme (tidak terbentuk melanin). Contoh yang lain, misalnya:
a.     K alelnya k, untuk rambut keriting dan lurus.
b.    H alelnya h, untuk kulit hitam dan putih dan sebagainya.
Sedangkan alel ganda (multiple alelo murphi) adalah beberapa alel lebih dari satu gen yang menempati lokus sama pada kromosom homolognya. Pengaruh alel ganda pada organisme dapat ditemukan pada tempat-tempat berikut:
1.    Golongan Darah pada Manusia
Golongan
Alel
Genotif
A
ǀA
ǀAǀA, dan ǀAǀO
B
ǀB
|B|B dan |B |O
AB
ǀA,ǀB
|A |B
O
ǀO
|O |O

2.         Rambut pada Segmen Digitalis Jari Tangan Manusia
GENOTIF
FENOTIF
H1
Rambut pada semua/empat jari-jari
H2
Rambut pada jari kelingking, manis, dan tengah
H3
Rambut pada jari manis dan tengah
H4
Rambut pada jari manis
H5
Rambut tidak ada pada semua jari
3.      Warna Bulu Kelinci
Warna bulu kelinci dipengaruhi oleh empat alel yaitu W, Wch, Wh, w yang keempatnya berada pada lokus yang sama, di mana:
Alel : W : warna bulu normal (hitam)
Wch : warna bulu normal Chinchilia (kelabu)
Wh   : warna bulu Himalaya (coklat)
 w     : warna bulu albino (putih)
Genotif
Fenotif
Hitam (normal)
WW, WWch, WWh, Ww
Kelabu (Chichilia)
WchWch, WchWh, Wch,w
Coklat (Himalaya)
WhWh, Wchw
Putih (Albino)
Ww
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan urutan dominasinya adalah W>Wch>Wh>w.
C.      Regulasi Kerja pada Eukariot
Regulasi ekspresi gen berjalan pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat gen sampai tingkat jaringan. Regulasi ini berjalan sehubungan dengan proses diferensiasi sel, dalam rangka pembentukan berbagai jaringan dan organ, dan juga berjalan karena ada kebutuhan tertentu, yang berhubungan dengan siklus biologi (Jusuf, 2003).
1.         Regulasi pada Tingkat Struktur Kromosom
Proses diferensiasi sel berjalan bersamaan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu. Bersamaan dengan proses mitosis, saat membentuk sel baru, terjadi proses pengkhususan sel anak dengan cara membedakan gen-gen yang akan berekspresi pada kedua sel anak tersebut. Terjadi pemilihan gen-gen yang secara permanen berekspresi dan yang secara permanen tidak berekspresi. Jadi, diferensiasi sel merupakan hasil pemilihan gen-gen yang diekspresikan atau tidak diekspresikan pada sel. Munculnya sel yang terspesialisasi merupakan hasil dari pemilihan gen-gen yang harus berekspresi dan gen-gen yang tidak diaktifkan. Regulasi ekspresi gen pada eukariot berlangsung pada beberapa tingkat, mulai dari tingkat struktur kromosom sampai pada tingkat pascatranslasi (Jusuf, 2003).
Kromosom eukariot tersusun atas dua komponen yaitu DNA dan protein histon. DNA mengandung informasi untuk mengendalikan kehidupan, dan histon berfungsi untuk melindungi DNA dari kerusakan mekanik, misalnya putus saat bergerak pada waktu mitosis dan meiosis. Kromosom yang nampak di bawah mikroskop cahaya pada saat mitosis atau meiosis merupakan hasil penggulungan DNA pada histon. Penggulungan ini berlangsung melalui beberapa tingkat. Kromosom yang berada dalam fase di luar mitosis atau meiosis secara umum berada dalam keadaan tidak tergulung. Sedangkan kromosom yang berada dalam keadaan tergulung gennya tidak berekspresi. Gen-gen yang secara permanen tidak diekspresikan pada suatu jaringan, kemungkinan besar DNAnya berada dalam keadaan tergulung.
Studi morfologi kromosom di bawah mikroskop cahaya memperlihatkan adanya pita heterokromatin dan eukromatin. Heterokromatin merupakan wilayah dengan DNA tergulung sangat kompak, sehingga bila diwarna akan terlihat lebih pekat, sedangkan pada eukromatin gulungannnya lebih longgar sehingga warnanya lebih terang. Pada wilayah heterokromatin, terdapat gen-gen yang tidak aktif berekspresi, sedangkan gen-gen yang aktif berekspresi terdapat pada wilayah eukromatin.
Kromosom dari jaringan yang berbeda dan dari tahapan perkembangannya yang berbeda menunjukkan bahwa wilayah heterokromatin dapat berubah menjadi eukromatin. Sebaliknya eukromatin juga dapat berubah menjadi heterokromatin. Hal ini menunjukkan bahwa antar jaringan terdapat perbedaan gen yang aktif berekspresi, dan juga menunjukkan bahwa diferensiasi sel merupakan tahapan penentuan jenis gen yang secara permanen diekspresikan atau tidak diekspresikan pada setiap jenis sel.
Pengaktifan gen dengan pembentukan heterokromatin dapat berlangsung tidak hanya pada wilayah tertentu, tetapi juga dapat terjadi pada keseluruhan kromosom. Sebagai contoh, penginaktifan satu kromosom-X yang terjadi pada individu betina. Telah diketahui bahwa pada Lalat buah (Drosophila) jantan memiliki satu kromosom-X yang terkondensasi tersebut dikenal sebagai Barr-Body. Namun demikian, kromosom yang inaktif akibat terkondensasi masih dapat terurai kembali dalam pembelahan sel (mitosis). Proses penginaktifan berjalan pada awal perkembangan sel.
Pemilihan satu dari dua kromosom-X yang diinaktifkan berjalan secara acak sehingga bila pada kromosom-X terdapat sel-sel dengan alel yang berbeda-beda. Sebagai contoh, warna bulu kucing dikendalikan oleh sepasang alel dominan resesif yang terpaut kromosom-X, adanya alel yang berbeda-beda menghasilkan bulu kucing yang bercampur pada suatu jaringan antara hitam dan cokelat (Jusuf, 2003).
2.         Regulasi Ekspresi pada Tingkat Transkripsi
Penggulungan dan pengudaran gulungan DNA pada kromosom memberikan arahan penentuan gen-gen mana yang akan diekspresikan dan gen mana yang tidak akan diekspresikan. Namun demikian masih ada sistem berikutnya yang mengatur berjalannya proses ekspresi. Hanya sebagian kecil gen-gen pada sel tipikal pada tanaman dan hewan yang diekspresikan yaitu gen-gen yang diperlukan untuk fungsi yang telah terspesialisasi. Namun gen-gen yang produknya secara rutin dimanfaatkan oleh semua sel, seperti glikolisis, akan selalu dalam keadaan terekspresi setiap saat.
Pada eukariot tidak dikenal adanya operon seperti yang terdapat pada prokariot, tiap gen mempunyai promotor dan terminator masing-masing. Pada eukariot terdapat lebih banyak protein dan lebih banyak ruas DNA yang terlibat dalam regulasi, protein-protein ini disebut faktor transkripsi. Lebih lanjut pada eukariot protein-protein tersebut kelihatan lebih banyak yang berperan sebagai aktivator ketimbang sebagai represor.
Aktivator pada aktivitasnya akan berinteraksi dengan ruas-ruas DNA yang disebut ruas pemacu (enchancer). Berbeda dengan operator prokariot, ruas pemacu mempunyai jarak yang cukup jauh dari promotor, mungkin berada di sebelah hilir atau sebelah hulu dari gen. Aktivator mungkin juga berinteraksi dengan protein yang lain, ramuan besar dari protein ini meningkatkan ketepatan penempelan transkriptase pada promotor dan inisiasi transkripsi. Beberapa ruas pemicu ikut terlibat dalam proses regulasi.
Faktor transkripsi lainnya yaitu represor berperan menghambat atau mencegah terjadinya transkripsi. Proses kerjanya mirip dengan aktivator, yaitu berinteraksi dengan ruas pengendali yang disebut silencer, dan mencegah transkriptase melakukan inisiasi transkripsi.
Pada eukariot sering terdapat gen-gen penyandi enzim untuk lintasan metabolisme yang sama terdapat secara tepencar pada berbagai kromosom. Koordinasi ekspresi gen kelihatannya sangat bergantung pada asosiasi antara ruas-ruas pemacu dengan gen-gen yang terpencar tersebut. Sejumlah faktor translasi yang mengenali runtutan basa dari ruas tersebut akan menempel pada ruas-ruas tersebut dan secara serempak menjalankan transkripsi dari gen-gen tersebut (Jusuf, 2003).
3.         Regulasi Tingkat Pascatranskripsi
Struktur mRNA eukariot tidak sama dengan RNA prokariotik. Pada hnRNA sebagai molekul hasil transkripsi terdapat ruang intron dan ekson. Bagian intron akan dipotong dan hanya bagian eksonnya yang dipertahankan untuk membentuk membentuk mRNA. Pemilihan ruas intron dan ekson dapat merupakan salah satu cara regulasi. Dengan cara memilih ruas hnRNA mana yang akan diambil (sebagai ekson) atau akan dibuang (sebagai intron), maka dari satu ruas gen yang sama dapat disandikan dua jenis mRNA atau polipepetida. Sebagai contoh pada tikus, enzim amilase yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dengan yang dihasilkan pada hati. Pada lalat buah, perbedaan antara lalat jantan dan betina ditentukan oleh gugus protein, yang satu khas pada jantan dan yang lain pada betina. Kedua protein ini disandikan oleh gen yang sama, yang berbeda hanya pada cara pemilihan intron dan eksonnya.
4.         Regulasi pada Tingkat Translasi
Setelah mRNA masuk ke dalam sitoplasma akan terjadi proses translasi menghasilkan protein. Regulasi dapat terjadi pada tahapan ini, yang meliputi berbagai cara termasuk pendegradasian mRNA, inisiasi translasi, pengaktifan protein, dan degradasi protein.
Ada tiga metode utama yang sudah diketahui dari sel-sel eukariotik untuk meregulasi pembuatan proteinnya pada tahap translasi :
a.    Dengan cara mengubah waktu paruh atau stabilitas mRNA.
b.    Dengan mengontrol inisiasi dan laju trnaslasi.
c.    Modifikasi protein setelah translasi.
5.         Regulasi pada tingkat mRNA
Panjang pendeknya umur mRNA akan menentukan kuantitas protein yang disintesis, mRNA yang berumur panjang akan menghasilkan protein lebih banyak daripada yang dihasilkan mRNA berumur pendek. Bakteri mempunyai mRNA yang berumur sangat pendek, dalam beberapa menit akan didegradasi oleh enzim. Oleh karena itu, bakteri sangat mudah mengubah proteinnya sehubungan dengan penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan. Berbeda dengan bakteri, mRNA eukariot berumur panjang, beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu. Contoh mRNA yang berumur panjang adalah mRNA yang terdapat pada sel darah merah vertebrata. Pada sel darah merah avertebrata, mRNA berperan sebagai pabrik pembuat protein hemoglobin. Pada sebagian besar spesies vertebrata, mRNA hemoglobin sangat stabil, mungkin berumur sama dengan sel darah merah yang mengandungnya. Pada burung, mRNA berumur sekitar satu bulan. Lebih panjang lagi pada reptil, amphibi, dan ikan dimana mRNAnya dipakai berulang untuk translasi.
6.         Regulasi pada Inisiasi Translasi
Terdapat sejumlah protein yang berfungsi mengatur jalannya translasi. Contohnya, sel darah merah mempunyai protein yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap inisiasi translasi mRNA hemoglobin. Protein inhibitor ini akan menjadi tidak aktif bila ada senyawa heme. Senyawa heme yaitu senyawa penyusun hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat Fe. Bila ada heme maka polipeptida penyusun hemoglobin dapat disintesis, dan kemudian akan berasosiasikan dengan heme membentuk molekul hemoglobin.
7.         Regulasi Pasca Translasi
Sebelum menjadi protein aktif atau fungsional, polipeptida hasil transkripsi akan mengalami suatu pemrosesan agar dapat membentuk struktur fungsionalnya. Pemrosesan ini melibatkan pemotongan rantai polipeptida atau penambahan asam amino baru atau senyawa lain seperti karbohidrat pada rantai polipeptida. Sebagai contoh polipeptida yang akan ditranspor melewati membran akan mengandung ruas signal transpor dibagian hulu rantainya. Ruas signal transpor akan berperan membawa polipeptida melewati pori-pori membran. Ruas signal ini akan dipotong setelah polipeptida melewati membran. Insulin aktif mengandung dua rantai asam amino, namun kedua rantai tersebut berasal dari satu polipeptida hasil transkripsi. Translasi menghasilkan prapreinsulin yang mengandung ruas signal dan ruas preinsulin. Insulin akan ditranspor melewati membran. Setelah melalui membran ruas signal dipotong sehingga menyisakan ruas preinsulin. Selanjutnya preinsulin dipotong kembali menghasilkan dua rantai insulin fungsional (Jusuf, 2003).
Modifikasi pascatranslasi, misalnya ubikuitinasi, dapat menyebabkan protein terpoteolisis. Ubikuitin adalah suatu protein kecil yang jika melekat secara kovalen ke protein target akan memberikan sinyal penghancuran bagi protein target tersebut oleh sebuah kompleks protein yang dikenal sebagai proteosom. Banyak gen yang terlibat dalam regulasi siklus sel dihancurkan dengan cepat oleh mekanisme tersebut. Hal itu memungkinkan protein-protein yang baru dihasilkan untuk meneruskan langkah berikutnya. Modifikasi semisal fosforilasi adalah mekanisme yang meregulasi aktivitas protein yang dapat mengarah pada regulasi pembuatan protein. Sebagai contoh, sejumlah protein hanya aktif (dengan kata lain bisa melaksanakan kemampuan enzimatik ataupun pengikatan DNA nya) jika terfosforilasi pada residu asam amino tertentu. Fosforilasi dilangsungkan oleh enzim yang disebut kinase. Residu fosfat dapat disingkirkan oleh enzim yang disebut defosforilase. Dalam sistem kompleks, seringkali ada serangkaian kinase dan defosforilase yang mengaktifkan serangkaian target protein, yang pada akhirnya mengarah pada suatu faktor transkripsi. Faktor transkripsi lalu menjadi teraktivasi (akibat fosforilasi dan defosforilasi) sehingga mengakibatkan regulasi transkripsi suatu gen. Sebuah mekanisme kontrol pascatranslasi lainnya melibatkan pemrosesan protein. Eukariot mensintesis hanya mRNA monosistronik, tapi rantai-rantai polipeptida tunggal yang dihasilkan bisa dipotong-potong menjadi dua atau lebih komponen protein fungsional. Sebuah protein multikomponen semacam itu diistilahkan poliprotein.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar