ALEL
(INTERAKSI GEN)
A.
Interaski Gen
Di dalam benang kromosom terdapat DNA. Sepenggal DNA
terdapat lagi zarah penentu sifat individu yang merupakan unit terkecil yang
tidak dapat lagi dibagi - bagi. Zarah tersebut yang dinamakan GEN. Ada juga
yang menyebut gen sebagai unit terkecil dari materi genetika. Gen terletak pada
lokus (lokasi) tertentu pada kromosom dalam suatu deretan yang berurutan dan
teratur. Pada manusia, gen membawa sifat yang akan diturunkan, seperti golongan
darah, warna kulit, sifat, rambut, dan lain-lain.
Biasanya
kita beranggapan bahwa suatu fenotip ditentukan oleh satu gen saja, misalnya:
gen Merah (M), gen tinggi (T) dst. Kenyataan menunjukkan bahwa ada 2 gen atau
lebih banyak gen yang dapat saling berpengaruh untuk menentukan suatu fenotip,
peristiwa itu disebut Interaksi Gen.
Interaksi gen pertama kali ditemukan pada bentuk jengger/jawer/pial
ayam, pada ayam ras dikenal : pial Rose (mawar), Pea (kacang), Walnut dan pial
bilah/ tunggal/single.
1.
Bentuk
Jengger Ayam dari Galur yang Berbeda
Bentuk pial ini ternyata dipengaruhi
oleh 2 pasang gen yang saling mempengaruhi yaitu gen
R dengan r dan gen P dengan p.
Ayam bergenotip R-pp berpial
Rose Ayam
bergenotip rrP- berpial Pea
Ayam bergenotip R-P- berpial
Walnut Ayam bergenotip rrpp berpial
single
Walnut disilangkan dengan walnut.
Hasil dari perkawinan antara Walnut dan Walnut diperoleh:
9 R-
P- :
WALNUT
3
R- pp : ROSE
3 rr
P- : PEA
1
rr pp : SINGLE
Menghasilkan kombinasi 16 kombinasi
dengan perbandingan keturunan = 9 : 3 : 3 :
Pada interaksi gen dikenal beberapa peristiwa sebagai berikut:
a.
Epistasis
Dominan →
penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya.
Rumusnya: A mengalahkan B dan b (A
epistasis terhapd B dan b)
ex” : Pewarisan warna buah waluh
besar (Cucurbita pepo).
W : gen penentu warna kulit putih
Y : gen penentu warna kulit kuning P
W: WWYY
(Putih)
x :
wwyy (Hijau)
F1 : WwYy (
Putih)
F2 : 9
W-Y- Putih
3
W-yy
Putih
Putih : Kuning : Hijau =
3
wwY- Kuning
12 :
3 : 1
1 wwyy
Hijau
b.
Epistasis
Resesif, suatu gen
resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya.
Rumusnya :
aa epistasis terhadap B
ex” :
Pewarisan warna rambut mencit (Mus musculus)
A: gen penentu warna kelabu,
a: gen
penentu warna hitam
C: gen penentu keluarnya warna c
: gen penentu warna tidak
keluar
P : AACC
(Kelabu) x aacc
(Albino)
F1 : AaCc ( Kelabu
)
F2 : 9
A-C- Kelabu
3
A-cc
Albino Kelabu : Hitam :
Albino =
3 aaC- Hitam
9 :
3 : 4
1
aacc
Albino
c.
Epistasis
dominan-resesif → terjadi
apabila gen dominan dari pasangan gen I epistasis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistasis
terhadap pasangan gen I.
Rumus : A epistasis thd B
dan b,
bb epistasis terhadap A dan a
Ex” : pewarisan warna bulu ayam
P :
IICC (putih)
x iicc
(putih)
F1
: IiCc
(putih)
F2 : 9 I-C- Putih
3 I-cc
putih
putih : berwarna =
3 iiC- berwarna
13 : 3
1 iicc putih
d.
Gen-gen
Komplementer, yaitu
Gen-gen yg membantu gen lain, agar suatu sifat dapat muncul, jika salah satu
gen dominan tidak hadir maka pertumbuhan karakter akan terhalang/tertutupi.
Contoh : orang bisu tuli sejak lahir. Orang normal memiliki gen D dan E
bersama-sama, jika hanya memiliki salah satu atau tidak ada gen dominan maka
orang akan terlahir bisu tuli.
P : DDee
(bisutuli)
x
ddEE (bisutuli)
F1 : DdEe ( Normal)
F2 : 9 D-E-
Normal
3
D-ee bisutuli
Normal : bisutuli =
3
ddE- bisutuli 9
: 7
1
ddee bisutuli
e.
Gen-gen
rangkap dengan efek kumulatif → epistasis yang muncul akibat adanya duplikat dari gen
sebelumnya dengan adanya efek komulatif
Ex”
: pada Cucurbita pepo yang memiliki tiga macam bentuk buah yaitu cakram,
bulat, lonjong.
P : BBLL (cakram)
x
bbll (lonjong)
F1
: BbLl
(cakram)
F2 : 9 B-L-
Cakram
3
B-ll bulat
cakram : bulat : lonjong =
3 bbL- bulat
9 :
6 : 1
1
bbll
lonjong
B.
Alel
Ganda
Kromosom dalam sel tubuh biasanya berpasangan. Sepasang
kromosom merupakan homolog sesamanya. Artinya mereka memiliki bentuk dan lokus
gen yang sama. Sepasang gen yang terdapat pada lokus yang sama pada kromosom
yang homolog disebut ALEL. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung,
ataupun berlawanan. Contoh alel yang fungsinya sama adalah gen penentu warna
merah pada bunga (AA). Kedua pasangan gen (alel) tersebut membawa sifat yang
sama, yaitu merah (A). Karena fungsinya sama, maka disebut alel homozogot.
Contoh alel yang fungsinya tidak sama/berlawanan adalah gen penentu warna merah
muda (Aa). Kedua pasangan gen (alel) tersebut membawa sifat yang tidak sama,
yaitu ada yang membawa sifat merah (A) dan sifat putih (a) sehingga timbul
sifat intermedier. Karena fungsinya tidak sama, maka disebut alel heterozogot.
Surya (1984) mendefinisikan alel sebagai anggota dari sepasang gen yang
memiliki pengaruh berlawanan. Misalnya gen B memiliki peran untuk menumbuhkan
karakter pigmentasi kulit secara normal. Gen B dapat membentuk melanin karena
diekspresikan sepenuhnya pada penampakan fisik organisme. Dalam hal ini gen B
menimbulkan karakter yang dominan. Apabila gen B bermutasi maka akan berubah
menjadi b, sehingga pigmentasi kulit secara normal, tidak dapat dilakukan. Gen
b menimbulkan karakter yang berbeda, yaitu resesif. Karakter resesif ini
menumbuhkan karakter albinisme (tidak terbentuk melanin). Contoh yang lain,
misalnya:
a.
K alelnya k, untuk rambut keriting dan lurus.
b.
H alelnya h, untuk kulit hitam dan putih dan
sebagainya.
Sedangkan alel ganda (multiple alelo murphi) adalah beberapa alel
lebih dari satu gen yang menempati lokus sama pada kromosom homolognya.
Pengaruh alel ganda pada organisme dapat ditemukan pada tempat-tempat berikut:
1. Golongan
Darah pada Manusia
Golongan
|
Alel
|
Genotif
|
A
|
ǀA
|
ǀAǀA, dan
ǀAǀO
|
B
|
ǀB
|
|B|B dan |B
|O
|
AB
|
ǀA,ǀB
|
|A |B
|
O
|
ǀO
|
|O |O
|
2.
Rambut pada Segmen Digitalis Jari Tangan Manusia
GENOTIF
|
FENOTIF
|
H1
|
Rambut pada
semua/empat jari-jari
|
H2
|
Rambut pada
jari kelingking, manis, dan tengah
|
H3
|
Rambut pada
jari manis dan tengah
|
H4
|
Rambut pada
jari manis
|
H5
|
Rambut tidak
ada pada semua jari
|
3. Warna Bulu
Kelinci
Warna bulu
kelinci dipengaruhi oleh empat alel yaitu W, Wch, Wh, w yang keempatnya berada
pada lokus yang sama, di mana:
Alel : W :
warna bulu normal (hitam)
Wch : warna
bulu normal Chinchilia (kelabu)
Wh : warna
bulu Himalaya (coklat)
w :
warna bulu albino (putih)
Genotif
|
Fenotif
|
Hitam (normal)
|
WW, WWch, WWh, Ww
|
Kelabu (Chichilia)
|
WchWch, WchWh, Wch,w
|
Coklat (Himalaya)
|
WhWh, Wchw
|
Putih (Albino)
|
Ww
|
Dari tabel
tersebut dapat disimpulkan urutan dominasinya adalah W>Wch>Wh>w.
C. Regulasi Kerja pada Eukariot
Regulasi
ekspresi gen berjalan pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat gen sampai
tingkat jaringan. Regulasi ini berjalan sehubungan dengan proses diferensiasi
sel, dalam rangka pembentukan berbagai jaringan dan organ, dan juga berjalan
karena ada kebutuhan tertentu, yang berhubungan dengan siklus biologi (Jusuf,
2003).
1.
Regulasi
pada Tingkat Struktur Kromosom
Proses
diferensiasi sel berjalan bersamaan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan
individu. Bersamaan dengan proses mitosis, saat membentuk sel baru, terjadi
proses pengkhususan sel anak dengan cara membedakan gen-gen yang akan
berekspresi pada kedua sel anak tersebut. Terjadi pemilihan gen-gen yang secara
permanen berekspresi dan yang secara permanen tidak berekspresi. Jadi,
diferensiasi sel merupakan hasil pemilihan gen-gen yang diekspresikan atau
tidak diekspresikan pada sel. Munculnya sel yang terspesialisasi merupakan
hasil dari pemilihan gen-gen yang harus berekspresi dan gen-gen yang tidak
diaktifkan. Regulasi ekspresi gen pada eukariot berlangsung pada beberapa
tingkat, mulai dari tingkat struktur kromosom sampai pada tingkat
pascatranslasi (Jusuf, 2003).
Kromosom
eukariot tersusun atas dua komponen yaitu DNA dan protein histon. DNA
mengandung informasi untuk mengendalikan kehidupan, dan histon berfungsi untuk
melindungi DNA dari kerusakan mekanik, misalnya putus saat bergerak pada waktu
mitosis dan meiosis. Kromosom yang nampak di bawah mikroskop cahaya pada saat
mitosis atau meiosis merupakan hasil penggulungan DNA pada histon. Penggulungan
ini berlangsung melalui beberapa tingkat. Kromosom yang berada dalam fase di
luar mitosis atau meiosis secara umum berada dalam keadaan tidak tergulung.
Sedangkan kromosom yang berada dalam keadaan tergulung gennya tidak
berekspresi. Gen-gen yang secara permanen tidak diekspresikan pada suatu
jaringan, kemungkinan besar DNAnya berada dalam keadaan tergulung.
Studi
morfologi kromosom di bawah mikroskop cahaya memperlihatkan adanya pita
heterokromatin dan eukromatin. Heterokromatin merupakan wilayah dengan DNA
tergulung sangat kompak, sehingga bila diwarna akan terlihat lebih pekat,
sedangkan pada eukromatin gulungannnya lebih longgar sehingga warnanya lebih
terang. Pada wilayah heterokromatin, terdapat gen-gen yang tidak aktif
berekspresi, sedangkan gen-gen yang aktif berekspresi terdapat pada wilayah
eukromatin.
Kromosom
dari jaringan yang berbeda dan dari tahapan perkembangannya yang berbeda
menunjukkan bahwa wilayah heterokromatin dapat berubah menjadi eukromatin. Sebaliknya
eukromatin juga dapat berubah menjadi heterokromatin. Hal ini menunjukkan bahwa
antar jaringan terdapat perbedaan gen yang aktif berekspresi, dan juga
menunjukkan bahwa diferensiasi sel merupakan tahapan penentuan jenis gen yang
secara permanen diekspresikan atau tidak diekspresikan pada setiap jenis sel.
Pengaktifan
gen dengan pembentukan heterokromatin dapat berlangsung tidak hanya pada
wilayah tertentu, tetapi juga dapat terjadi pada keseluruhan kromosom. Sebagai
contoh, penginaktifan satu kromosom-X yang terjadi pada individu betina. Telah
diketahui bahwa pada Lalat buah (Drosophila) jantan memiliki satu kromosom-X
yang terkondensasi tersebut dikenal sebagai Barr-Body. Namun demikian, kromosom
yang inaktif akibat terkondensasi masih dapat terurai kembali dalam pembelahan
sel (mitosis). Proses penginaktifan berjalan pada awal perkembangan sel.
Pemilihan
satu dari dua kromosom-X yang diinaktifkan berjalan secara acak sehingga bila
pada kromosom-X terdapat sel-sel dengan alel yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
warna bulu kucing dikendalikan oleh sepasang alel dominan resesif yang terpaut
kromosom-X, adanya alel yang berbeda-beda menghasilkan bulu kucing yang
bercampur pada suatu jaringan antara hitam dan cokelat (Jusuf, 2003).
2.
Regulasi
Ekspresi pada Tingkat Transkripsi
Penggulungan
dan pengudaran gulungan DNA pada kromosom memberikan arahan penentuan gen-gen
mana yang akan diekspresikan dan gen mana yang tidak akan diekspresikan. Namun
demikian masih ada sistem berikutnya yang mengatur berjalannya proses ekspresi.
Hanya sebagian kecil gen-gen pada sel tipikal pada tanaman dan hewan yang
diekspresikan yaitu gen-gen yang diperlukan untuk fungsi yang telah
terspesialisasi. Namun gen-gen yang produknya secara rutin dimanfaatkan oleh
semua sel, seperti glikolisis, akan selalu dalam keadaan terekspresi setiap
saat.
Pada eukariot tidak dikenal adanya operon seperti yang terdapat pada prokariot, tiap gen mempunyai promotor dan terminator masing-masing. Pada eukariot terdapat lebih banyak protein dan lebih banyak ruas DNA yang terlibat dalam regulasi, protein-protein ini disebut faktor transkripsi. Lebih lanjut pada eukariot protein-protein tersebut kelihatan lebih banyak yang berperan sebagai aktivator ketimbang sebagai represor.
Pada eukariot tidak dikenal adanya operon seperti yang terdapat pada prokariot, tiap gen mempunyai promotor dan terminator masing-masing. Pada eukariot terdapat lebih banyak protein dan lebih banyak ruas DNA yang terlibat dalam regulasi, protein-protein ini disebut faktor transkripsi. Lebih lanjut pada eukariot protein-protein tersebut kelihatan lebih banyak yang berperan sebagai aktivator ketimbang sebagai represor.
Aktivator
pada aktivitasnya akan berinteraksi dengan ruas-ruas DNA yang disebut ruas
pemacu (enchancer). Berbeda dengan operator prokariot, ruas pemacu mempunyai
jarak yang cukup jauh dari promotor, mungkin berada di sebelah hilir atau
sebelah hulu dari gen. Aktivator mungkin juga berinteraksi dengan protein yang
lain, ramuan besar dari protein ini meningkatkan ketepatan penempelan
transkriptase pada promotor dan inisiasi transkripsi. Beberapa ruas pemicu ikut
terlibat dalam proses regulasi.
Faktor
transkripsi lainnya yaitu represor berperan menghambat atau mencegah terjadinya
transkripsi. Proses kerjanya mirip dengan aktivator, yaitu berinteraksi dengan
ruas pengendali yang disebut silencer, dan mencegah transkriptase melakukan
inisiasi transkripsi.
Pada
eukariot sering terdapat gen-gen penyandi enzim untuk lintasan metabolisme yang
sama terdapat secara tepencar pada berbagai kromosom. Koordinasi ekspresi gen
kelihatannya sangat bergantung pada asosiasi antara ruas-ruas pemacu dengan
gen-gen yang terpencar tersebut. Sejumlah faktor translasi yang mengenali
runtutan basa dari ruas tersebut akan menempel pada ruas-ruas tersebut dan
secara serempak menjalankan transkripsi dari gen-gen tersebut (Jusuf, 2003).
3.
Regulasi
Tingkat Pascatranskripsi
Struktur
mRNA eukariot tidak sama dengan RNA prokariotik. Pada hnRNA sebagai molekul
hasil transkripsi terdapat ruang intron dan ekson. Bagian intron akan dipotong
dan hanya bagian eksonnya yang dipertahankan untuk membentuk membentuk mRNA.
Pemilihan ruas intron dan ekson dapat merupakan salah satu cara regulasi.
Dengan cara memilih ruas hnRNA mana yang akan diambil (sebagai ekson) atau akan
dibuang (sebagai intron), maka dari satu ruas gen yang sama dapat disandikan
dua jenis mRNA atau polipepetida. Sebagai contoh pada tikus, enzim amilase yang
dihasilkan oleh kelenjar ludah dengan yang dihasilkan pada hati. Pada lalat
buah, perbedaan antara lalat jantan dan betina ditentukan oleh gugus protein,
yang satu khas pada jantan dan yang lain pada betina. Kedua protein ini
disandikan oleh gen yang sama, yang berbeda hanya pada cara pemilihan intron
dan eksonnya.
4.
Regulasi
pada Tingkat Translasi
Setelah
mRNA masuk ke dalam sitoplasma akan terjadi proses translasi menghasilkan
protein. Regulasi dapat terjadi pada tahapan ini, yang meliputi berbagai cara
termasuk pendegradasian mRNA, inisiasi translasi, pengaktifan protein, dan
degradasi protein.
Ada
tiga metode utama yang sudah diketahui dari sel-sel eukariotik untuk meregulasi
pembuatan proteinnya pada tahap translasi :
a.
Dengan
cara mengubah waktu paruh atau stabilitas mRNA.
b.
Dengan
mengontrol inisiasi dan laju trnaslasi.
c.
Modifikasi
protein setelah translasi.
5.
Regulasi
pada tingkat mRNA
Panjang
pendeknya umur mRNA akan menentukan kuantitas protein yang disintesis, mRNA
yang berumur panjang akan menghasilkan protein lebih banyak daripada yang
dihasilkan mRNA berumur pendek. Bakteri mempunyai mRNA yang berumur sangat
pendek, dalam beberapa menit akan didegradasi oleh enzim. Oleh karena itu,
bakteri sangat mudah mengubah proteinnya sehubungan dengan penyesuaian diri
dengan perubahan lingkungan. Berbeda dengan bakteri, mRNA eukariot berumur
panjang, beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu. Contoh mRNA yang berumur
panjang adalah mRNA yang terdapat pada sel darah merah vertebrata. Pada sel
darah merah avertebrata, mRNA berperan sebagai pabrik pembuat protein
hemoglobin. Pada sebagian besar spesies vertebrata, mRNA hemoglobin sangat
stabil, mungkin berumur sama dengan sel darah merah yang mengandungnya. Pada
burung, mRNA berumur sekitar satu bulan. Lebih panjang lagi pada reptil,
amphibi, dan ikan dimana mRNAnya dipakai berulang untuk translasi.
6.
Regulasi
pada Inisiasi Translasi
Terdapat
sejumlah protein yang berfungsi mengatur jalannya translasi. Contohnya, sel
darah merah mempunyai protein yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap
inisiasi translasi mRNA hemoglobin. Protein inhibitor ini akan menjadi tidak
aktif bila ada senyawa heme. Senyawa heme yaitu senyawa penyusun hemoglobin
yang berfungsi untuk mengikat Fe. Bila ada heme maka polipeptida penyusun
hemoglobin dapat disintesis, dan kemudian akan berasosiasikan dengan heme
membentuk molekul hemoglobin.
7.
Regulasi
Pasca Translasi
Sebelum
menjadi protein aktif atau fungsional, polipeptida hasil transkripsi akan
mengalami suatu pemrosesan agar dapat membentuk struktur fungsionalnya.
Pemrosesan ini melibatkan pemotongan rantai polipeptida atau penambahan asam
amino baru atau senyawa lain seperti karbohidrat pada rantai polipeptida.
Sebagai contoh polipeptida yang akan ditranspor melewati membran akan
mengandung ruas signal transpor dibagian hulu rantainya. Ruas signal transpor
akan berperan membawa polipeptida melewati pori-pori membran. Ruas signal ini
akan dipotong setelah polipeptida melewati membran. Insulin aktif mengandung
dua rantai asam amino, namun kedua rantai tersebut berasal dari satu
polipeptida hasil transkripsi. Translasi menghasilkan prapreinsulin yang
mengandung ruas signal dan ruas preinsulin. Insulin akan ditranspor melewati
membran. Setelah melalui membran ruas signal dipotong sehingga menyisakan ruas
preinsulin. Selanjutnya preinsulin dipotong kembali menghasilkan dua rantai
insulin fungsional (Jusuf, 2003).
Modifikasi
pascatranslasi, misalnya ubikuitinasi, dapat menyebabkan protein terpoteolisis.
Ubikuitin adalah suatu protein kecil yang jika melekat secara kovalen ke
protein target akan memberikan sinyal penghancuran bagi protein target tersebut
oleh sebuah kompleks protein yang dikenal sebagai proteosom. Banyak gen yang
terlibat dalam regulasi siklus sel dihancurkan dengan cepat oleh mekanisme
tersebut. Hal itu memungkinkan protein-protein yang baru dihasilkan untuk
meneruskan langkah berikutnya. Modifikasi semisal fosforilasi adalah mekanisme
yang meregulasi aktivitas protein yang dapat mengarah pada regulasi pembuatan
protein. Sebagai contoh, sejumlah protein hanya aktif (dengan kata lain bisa
melaksanakan kemampuan enzimatik ataupun pengikatan DNA nya) jika
terfosforilasi pada residu asam amino tertentu. Fosforilasi dilangsungkan oleh
enzim yang disebut kinase. Residu fosfat dapat disingkirkan oleh enzim yang
disebut defosforilase. Dalam sistem kompleks, seringkali ada serangkaian kinase
dan defosforilase yang mengaktifkan serangkaian target protein, yang pada
akhirnya mengarah pada suatu faktor transkripsi. Faktor transkripsi lalu
menjadi teraktivasi (akibat fosforilasi dan defosforilasi) sehingga
mengakibatkan regulasi transkripsi suatu gen. Sebuah mekanisme kontrol
pascatranslasi lainnya melibatkan pemrosesan protein. Eukariot mensintesis
hanya mRNA monosistronik, tapi rantai-rantai polipeptida tunggal yang
dihasilkan bisa dipotong-potong menjadi dua atau lebih komponen protein
fungsional. Sebuah protein multikomponen semacam itu diistilahkan poliprotein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar