Kamis, 03 April 2014

Belajar Sains



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dunia pendidikan dalam kiprahnya pengembangan sumber daya manusia tentunya harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia pendidikan dan dipandang perlu melakukan reorientasi bentuk-bentuk peran yang bisa disumbangkan agar mampu menghasilkan manusia-manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan global sehingga tidak menjadi beban bagi manusia lain. Reorientasi dalam bidang penidikan antara lain reorientasi program yaitu melalui peningkatan kemampuan dalam pembobotan kurikulum mutu tenaga pengajar dan tekhnik pembeelajaran sebagi upaya peningktan kualitas hasil belajar. Reorientasi tersebut akhirnya diharapkan mampu sumber daya manusia yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
Pelajaran ilmu pengetahuan sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar program pengajaran diartikan sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman dari serangkaian proses.
Selain itu, pelajaran sains yang mencakup kajian biologi, fisika, dan kimia merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai-nilai pada siswa. (Rustam, 1997:8)
Ilmu biologi adalah bagian dari sains yang mengandung dua aspek yang tidak dapat dipisahkan yaitu proses dan produk sains. Proses sains adalah bagaimana isi ilmu pengetshuan tersebut diperoleh sedangkan produk dapat diartika apa yang terdapat dalam IPA meliputi fakta, konsep dan prinsip. (Nur, 1996:9)

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian pendidikan Sains?
2.    Apa hakekat belajar sains?
3.    Bagaimana metode belajar sains?
4.    Bagaimana pendekatan belajar sains?
1.3    Tujuan
Adapun  tujuan yang dapat dikemukakan dalam makalah ini sebagai berikut?
1.      Untuk mengetahui pengertian sains
2.      Untuk mengetahui hakekat belajar sains
3.      Untuk mengetahui metode belajar sains
4.      Untuk  mengetahui pendekatan dalam belajar sains

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian SAINS
Istilah sains berasal dari bahasa latin yaitu scientia yang berarti pengetahuan. Dalam arti sempit sains adalah disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorology, dan fisika, sedangkan life science meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, sitologi, embriologi, mikrobiologi).
Pengertian istilah sains secara khusus yaitu sebagai Ilmu Pengetahuan Alam yang sangat beragam. Carin dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006) mendefinisikan sains sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Dari uraian diatas dapat disimupulkan bahwa sains didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.

2.2    Hakekat Belajar Sains
Sains berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya yang bersemboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok".
Sains membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wina-putra, 1992:122) bahwa sains merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.
Untuk membahas hakikat sains ada beberapa hal yang perlu diperhatikan  menurut Hardy dan Fleer (1996) sehingga dapat memahami sains dalam perspektif yang lebih luas, yaitu:
1.    Sains sebagai Kumpulan Pengetahuan (body of knowledge)
Sains sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep sains yang sangat luas. Sains dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, konsep, teori, dan generalisasi yang menjelaskan tentang alam.
2.    Sains sebagai Suatu Proses
Sains sebagai suatu proses penelusuran umunnya merupakan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran sains yang berkaitan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya. Sains dipandang sebagai sesuatu yang memiliki disiplin yang ketat, objektif, dan suatu proses yang bebas nilai dari kegiatan pengamatan, inferensi, hipotesis, dan percobaan dalam alam. Ilmuwan memberikan berbagai gagasan yang melibatkan proses metode ilmiah dalam melakukan kegiatannya. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosialhumaniorateologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (biasa disingkat IPA). Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta).
3.    Sains sebagai Kumpulan Nilai
Sains sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan penekanan sains sebagai proses. Bagaimanapun juga pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat dalam sains. Ini termasuk didalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan akan berbagai fenomena yang baru sekalipun.
4.    Sains sebagai suatu cara Untuk Mengenal Dunia
Proses sains dipengaruhi oleh cara di mana orang memahami kehidupan dan dunia di sekitarnya. Sains dipertimbangkan sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia di sekeliling mereka.
Sains tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan saja. Cain & Evans (Nuryani Y. Rustaman, dkk. 2003: 88) menyatakan sains mengandung empat hal, yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. Jika sains mengandung empat hal tersebut, maka ketika belajar sains pun siswa perlu mengalami keempat hal tersebut.
Dalam pembelajaran sains, siswa tidak hanya belajar produk saja, tetapi juga harus belajar aspek proses, sikap, dan teknologi agar siswa dapat benar-benar memahami sains secara utuh. Sejalan dengan pemikiran tersebut, pembelajaran sains merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan pada siswa sebagaimana yang dikemukakan National Science Educationa. Standart (1996: 20) bahwa ”Learning science is an active process. Learning science is something student to do, not something that is done to them”. Dengan demikian, dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk belajar aktif yang terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun mental, tidak hanya mencakup aktivitas hands-on tetapi juga minds-on.
Sains memiliki karakteristik yang khas yaitu sains ditempuh melalui berbagai proses penyelidikan secara berkelanjutan, yang berkontribusi dengan berbagai cara untuk membentuk sistem yang unik. System yang unik dimaksud adalah metode ilmiah pada sains yang sistematik dan terarah yaitu dimulai dari menemukan masalah, kemudian mengidentifikasi masalah tersebut, dilanjutkan dengan merumuskan masalah, selanjutnya mebuat hipotesa atas rumusan tersebut, kemudian hipotesa ini di uji melalui ekperimen mau pun cara lainnya, dan terakhir menarik kesimpulan apa hipotesa yang dibuat di terma atau ditolak.

2.3    Metode Belajar Sains
Umumnya metode yang digunakan dalam sains disesuaikan dengan karakteristik materi, situasi dan kondisi peserta didik serta sarana dan prasarana pendidikan yang ada.
Adapun ragam metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Metode Eksperimen
Metode eksperimen banyak digunakan dalam pengajaran sains. Dalam metode ini mengajar dikembangkan melalui pengembangan suatu percobaan tentang sesuatu aspek pengetahuan yang perlu diverifikasi atau diuji. Langkah-langkah umum metode eksperimen meliputi sebgai berikut. a) Memilih suatu masalah dan merumuskannya. b) Mengumpulkan dan menyusun materi dan informasi sebagai bahan eksperimen. c) membuat hipotesis. d) Melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis. e) Membuat kesimpulan. Metode eksperimen memiliki manfaat sebagai berikut. a) Menumbuhkan kesanggupan menguasai data atau factor-faktor tertentu dalam ikatan proses tertentu. b) Membina kesanggupan untuk membuktikan sesuatu pendapat atau hipotesis. c) Terhindar dari situasi yang bersifat verbalistik.
Beberapa pedoman pelaksanaan metode eksperimen sebagai berikut. a) Tumbuhkan minat akan topik yang akan dibuat eksperimennya. b) Usahakan supaya setiap langkah yang dibuat dapat dimengerti dengan jelas oleh mahasiswa. c) Usahakan supaya waktu untuk penyelengaraan eksperimen tidak terlampau lama hingga menimbulkan kebosanan. d) Adakanlah suatu diskusi pendek tentang eksperimen yang baru dilakukan sebelum mengambil sesuatu kesimpulan.

2.    Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode mengajar yang menyajikan bahan-bahan pembelajaran dalam bentuk masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh mahasiswa dan dosennya. Dalam metode ini dibahas suatu masalah dan diungkap berbagai kemungkinan pemecahan atau jalan keluarnya. Metode diskusi biasanya dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut. a) Memilih dan menetapkan suatu materi atau masalah yang pantas untuk didiskusikan. Masalah yang dipilih harus memungkinkan timbulnya beberapa pendapat, harus ada dalam batas-batas kemampuan mahasiswa pemecahannya. b) Pengajar sebagai fasilitator atau pembimbing diskusi memberikan penjelasan-penjelasan tentang masalah yang dijadikan pokok diskusi, sebab-sebab perlunya didiskusikan, dan tujuan yang ingin dicapai dari diskusi tersebut. c) Setelah peseta diskusi memahami duduknya masalah, maka para mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengeukakan pendapatnya masing-masing. d) Pemimpin diskusi (dosen atau kelompok mahasiswa) harus mampu mengatur giliran mengemukakan pendapat dari peserta dengan tertib dan mengarahkan pembicaraan. e) Pimpinan diskusi harus menghimpun persamaan-persamaan pendapat dari para peserta diskusi, titik-titik perbedaannya dan akhirnya membuat suatu kesimpulan sebagai akhir dari diskusi.
Metode diskusi merupakan metode yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut. a) Untuk melatih kemampuan mengeluarkan pendapat tentang suatu masalah, mempertahankan pendapat, dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian pendapat dengan yang lain atas dasar tukar pikiran yang sehat. b)Melatih kemampuan berpikir bersama, membina kesanggupan memberikan pendapat, dan menerima serta menghargai pendapat orang lain. c) Melatih mengunakan pengetahuan guna memecaka suatu masalah. Metode diskusi dapat dilaksanakan secara efektif antara lain melalui hal sebagai berikut. a) Usahakan masalah yang didiskusikan menarik bagi semua peserta dan megundang berbagai jawaban. b) Usahakan semua peserta dapat urun pendapat dan mempertahankan pendapatnya. c) persiapkan tempat diskusi yang memungkinkan setiap peserta dapat berhadapan dan peserta merasa sama kedudukan dan hak-haknya. d) Usahakan kesimpulan yang diambil tepat dan menghargai pendapat semua peserta.

3.      Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang berusaha untuk mengkombinasikan cara-cara penjelasan lisan seperti metode ceramah dengan perbuatan yang berusaha membuktikan atau memperagakan dengan alat apa yang dijelaskan secara lisan. Dalam metode demonstrasi ada tiga hal yang ditonjolkan, yaitu jenis pekerjaan atau keterampilan, cara pengerjaan, dan alat-alat untuk pengerjaannya.
Hal-hal yang perlu ditempuh dalam demonstrasi antara lain: a) Menentukan program demonstrasi yang akan dilakukan, dan memahami serta mencoba program tersebut sematang mungkin. b) Sampaikan pokok-pokok dari kegiatan demonstrasi tersebut, dan apa tujuannya. c) Siapkan peralatan yang akan diperlukan sebaik dan semenarik mungkin. d) Lakukan demonstrasi sebaik mungkin sesuai dengan daya tangkap dan daya ingat peserta. e) Adakan evaluasi pada hasil demonstrasi melalui suatu diskusi pendek.
Manfaat yang bisa diambil dari pembeljaran dengan metode diskusi antara lain sebagai berikut: a) Menghindari verbalistik. b) Memberi kesempatan kepada peserta untuk mengamati sendiri atau melakukan sendiri sehingga dapat meningkatkan keterampilan. c) Dapat lebih meningkatkan daya ingat, karena dalam demonstrasi ada unsur ceramah, eksperimen, dan diskusi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan demonstrasi antara lain: a) Ciptakan demonstrasi sejelas dan semenarik mungkin. b) Upayakan dengan demonstrasi tersebut peserta dapat mengikutinya. c) Gunakan waktu demonstrasi tersebut seefisien mungkin sehingga tidak membuat peserta bosan. d) Lakukan diskusi pendek sehingga kita dapat mengevaluasi keberhasilan dari demonstrasi tersebut.

2.4    Pendekatan dalam Belajar Sains
Pedekatan apapun yang digunakan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sains, sudah semestinya mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian. Pendekatan yang relevan dengan pembelajaran sains antara lain pendekatan tujuan, pendekatan konsep, pendekatan inkuiri, pendekatan keterampilan proses.
1.    Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Dengan pendekatan ini berarti semua komponen pembelajaran ditata dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penggunaan pendekatan tujuan meminta guru mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai siswa setelah selesai pembelajaran. Sebagai contoh, bila dalam tujuan pembelajaran tertera agar mahasiswa dapat merencanakan, melakukan, dan melaporkan praktikum, maka dosen harus merancang pembelajaran sedemikian rupa, sehingga pada akhir pembelajaran mahasiswa harus mencapai tujuan tersebut yakni mampu merencanakan, melaksankan, dan melaporkan praktikum. Dalam kurikulum formal di Indonesia, pendekatan ini digunakan sejak kurikulum 1975. Sebenarnya pendekatan ini bersifat umum, karena ketika dosen merencanakan pendekatan lainnya, pendekatan tersebut juga dirancang tidak lain untuk mencapai tujuan.

2.      Pendekatan Keterampilan Proses
Keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan dengan maksud karena IPA merupakan alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa. Kepribadian yang berkembang merupakan prasyarat untuk melangkah ke profesi apapun yang diminati siswa (Popy dkk, 2009:1).
Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian (Popy dkk, 2009:2).
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Dengan demikian Pendekatan Keterampilan Proses adalah perlakuan yang diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan kemudian mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan memperoleh pengetahuan dapat dengan menggunakan kemampuan olah pikir (psikis) atau kemampuan olah perbuatan (fisik) (Popy dkk, 2009:2).
Untuk mengajarkan keterampilan proses, siswa benar-benar melakukan pengamatan, pengukuran, pemanipulasian variabel dan sebagainya. Ringkasnya,siswa bertindak sebagai ilmuwan. Oleh karena itu pendekatan ini lebih banyak melibatkan siswa dengan obyek-obyek konkrit, yaitu siswa aktif berbuat. Pendekatan keterampilan proses memberi siswa pemahaman yang valid tentang hakikat sains. Siswa dapat menghayati keasyikan sains dan dapat lebih baik memahami fakta-fakta dan konsep-konsep. Siswa diberi kesempatan untuk belajar sambil berbuat, menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (Trianto: 2010).
Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar, bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri, melakukan penyelidikan ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya, dan merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk meningkatkan pengetahuannya yang baru diperolehnya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap ilmiah dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep (Trianto: 2010)
Langkah-langkah pelaksanaan keterampilan proses antara lain: (Trianto, 2010:144)
1.         Mengamati, keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera.
2.         Menggolongkan (mengklasifikasikan), yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu ditinjau persamaan atau perbedaan antara benda, kenyataan atau konsep sebagai dasar penggolongan.
3.         Menafsirkan (menginterpretasikan), yaitu keterampilan menafsirkan sesuatu berupa benda, kenyataan, peristiwa konsep dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pengamatan, perhitungan, penelitian atau eksperimen.
4.         Meramalkan, yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan atas kecenderungan atau pola tertentu atau hubungan antar data atau informasi. Misalnya berdasarkan pengalaman tentang keadaan cuaca sebelumnya, apabila mendung pasti akan terjadi hujan atau sebaliknya. Siswa dapat meramalkan keadaan cuaca yang akan terjadi. Meramal tidak sama dengan menebak. Menebak adalah memperkirakan suatu hal tanpa berdasarkan data atau informasi yang ada.
5.         Menerapkan, yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hokum, teori dan keterampilan. Melalui penerapan, hasil belajar dapat dimanfaatkan, diperkuat, dikembangkan atau dihayati.
6.         Merencanakan penelitian, yaitu keterampilan yang amat penting karena menentukan berhasil-tidaknya penelitian. Keterampilan ini perlu dilatih, Karena selama ini pada umumnya kurang diperhatikan dan kurang terbina. Pada tahap ini ditentukan masalah atau objek yang akan diteliti, tujuan dan ruang lingkup penelitian, sumber data atau informasi, cara analisis, alat dan bahan atau sumber kepustakaan yang diperlukan. Jumlah orang yang terlibat, langkah-langkah pengumpulan dan pengolahan data atau informasi, serta tata cara melakukan penelitian.
7.         Mengkomunikasikan, yaitu menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan atau penampilan.
3.    Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode pembelajaran/).
4.      Pendekatan Inkuiri
Inkuiri dalam bahasa Inggris, inquiry berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri dapat diartikan sebagai proses yang ditempuh manusia untuk mendapatkan informasi atau untuk memecahkan permasalahan. Gulo (2002) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak peserta didik terlibat langsung ke dalam proses ilmah pada waktu yang relatif singkat. 
Inkuiri adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman yang diawali dengan pertanyaan yang muncul dari pengamatan (Direktorat PSMP, 2008). Collete (1994) menjelaskan inkuiri dapat dipandang sebagai dua cara dalam pembelajaran sains, yaitu teaching science as inquiry dan teaching science through inquiry. Teaching science as inquiry mengharuskan guru untuk memahami sifat dasar dari sains dan bagaimana pengetahuan diperoleh.
Teaching science through inquiry mengarah pada keterampilan dan strategi. Metode ini sering diintergrasikan ke dalam proses pembelajaran untuk mendorong pembelajar melalui kegiatan-kegiatan berikut : bertanya, keterampilan proses sains, aktivitas induktif, aktivitas deduktif, mengumpulkan informasi dan menyelesaikan masalah.Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa inkuiri adalah suatu proses untuk memecahkan masalah dengan menggunakan metode ilmiah sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri pengetahuannya.
Sudjana (1989) menyatakan, ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu: merumuskan masalah, menetapkan jawaban sementara (hipotesis), mencari informasi, data dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan, menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, mengaplikasikan kesimpulan. 



BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimuplakn bahwa sains didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Carin dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006) mendefinisikan sains sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Pada hakikatnya sains meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Tujuan pembelajaran sains adalah siswa memiliki tiga kemampuan dasar IPA, yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah.
Setelah adanya hakekat dalam melakukan suatu tindakan maka pasti akan muncul metode-metode, metode yang digunakan dalam belajar sains ini antara lain metode eksperimen, metode diskusi, metode  demonstrasi. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam belajar sains antara lain pendekatan konsep, pendekatan tujuan, pendekatan inkuiri dan pendekatan ketrampilan proses.

3.2    Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat untuk memotivasi kami dalam membuat masalah berikutnya.

Jurna 2 Patologi 'jejas sel dan dan adaptasi sel'



JURNAL BELAJAR PATOLOGI

A.  IDENTITAS JURNAL
Mata Kuliah                      : Patologi
Dosen                                 : Yuli Hartanto, M.Pd
Nama Mahasiswa             : Sri Endang Satriani
Nim/Kelas                          : 11.01.14.0182/ VIB
Hari/Tanggal                     : Senin/24 Maret 2014
Pertemuan                         : 2 (Dua)
Pokok Sub Bahan                        : Perubahan Patologi Sel dan Jaringan

B.  PENDAHULUAN
Pada pertemuan kali ini dalam Mata kuliah Patologi  yang berlangsung pada  pukul 17.20 WIB. Yang dibimbing oleh Bapak Yuli Hartanto,M.Pd.  dan dengan presentasi kelompok 1(Pertama) yang topik pembahasan yaitu mengenai perubahan patologi sel dan jaringan.
C.  MATERI
2.1    Pengertian ilmu patologi anatomi
Patologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit terutama perubahan struktur dan fungsi dari sel, jaringan, dan organ akibat penyakit.
Patologi anatomi dibagi menjadi dua yaitu ;
a.       Patologi anatomi umum
Mempelajari reaksi dasar dari sel dan jaringan terhadap stimulus atau rangsangan abnormal, yang merupan dasar dari semua penyakit.
b.      Patologi anatomi khusus
Mempelajari respons spesifik jaringan dan organ tertentu terhadap stimulus atau rangsangan yang diketahui
2.2    Bahan dan teknik pemeriksaan patologi anatomi
Bahan pemeriksaan patologi anatomi yang diperlukan untuk diagnosis, dapat berupa ;
1)      Biopsi
Potongan jaringan atau bahan lain yang didapat dari tubuh penderitadan digunakan untuk menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik sehingga dapat ditentukan diagnosis selanjutnya yang diperlukan untuk membuat rencana atau tindakan perawatan . Bahan biopsi dapat diperoleh melalui berbagai cara, misalnya eksisi, biopsi jarum, punch biopsy dan endoskopi.

2)      Sitologi
Bahan sitologi  berupa cairan tubuh yang abnormal; dalam keadaan normal tidak dijumpai adanya cairan tersebut dalam tubuh, misalnya sputum, cairan keputihan, cairan asites, air seni, darah, bahan dari permukaan lesi mulut dan sekret lain.

3)      Hasil operasi
Bahan ini diambil dari tubuh saat dilakukan operasi. Umumnya dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya keganasan , luas kelainan serta penyakit lain yang belum ditemukan sebelum atau pada waktu operasi.
                        Beberapa teknik atau cara pemeriksaan yang digunakan dalam patologi anatomi adalah sebagai berikut;
1.    Makroskopik ; pemeriksaan perubahan secara visual dan perabaan.
2.    Mikroskopik/histopatologik; pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya.
3.    Sitologik; pemeriksaan terhadap perubahan yang terjadi dalam sel secara individual. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui perubahan struktur setiap sel yang ditemukan , biasanya digunakan untuk mendeteksi kanker, kelainan genetik, dan kelainan harmonal.
4.    Mikroskop elektron
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pada organel ultrastruktural dalam sel, biasanya digunakan dalam penelitian.
5.    Otopsi atau abduksi
Adalah bedah mayat klinis yang dilakukan dalam ilmu forensik (otopsi kehakiman) dan patologi anatomi. Dalam pandangan patologi anatomi , melalui teknik ini dapat dikrtahui penyakit-penyakit baru, teknik perawatan yang baru, dan kesalahan agnosis. Tujuan otopsi adalah membandingkan diagnosis dan perawatan sebelim individu meninggal dengan keadaan yang ditemikan setelah dilakukan otopsi. Selanjutnya hal ini akan dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini dan perawatannyapun dapat menjadi lebih baik.


2.3         Aspek dasar terjadinya proses penyakit
Dalam patologi anatomi, terdapat 4 aspek yang mendasari proses terjadinya penyakit ,yaitu ;
1.         Etiologi : dapat diartikan sebagai penyebab dari suatu penyakit. Faktor penyebab ini dapat dibagi menjadi 2 antara lain faktor intrinsik atau genetik dan faktor yang didapat (acquired).
2.         Patogenesis : adalah mekanisme perjalanan penyakit sebagai raksi sel atau jaringan terhadap faktor etiologi , mulai dari stimulus pertama hingga bentuk akhir suatu penyakit.
3.         Perubahan morfologi : penyakit sering kali menimbulkan perubahan struktur sel atau jaringan yang khas.
4.         Gejala klinis : adalah perubahan morfologi jaringan atau organ yang menyebabkan gangguan fungsi normal dari jaringan atau organ tersebut.

2.4               Jejas sel
Sel normal memiliki fungsi dan struktur yang terbatas  dalam metabolisme, diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel di sekitarnya dan tersediannya bahan- bahan dasar metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik normal yang dikenal dengan istilah homeostasis normal.
Bila suatu sel mendapatkan rangsangan atau stimulus patologik, secara fisiologi k dan morfologik, sel akan mengalami adaptasi, yaitu perubahan sel sebagai reaksi terhadap stimulus dan sel masih dapat bertahan hidup serta mengatur fungsinya.reaksi adaptasi dapat berupa hipertrofi, atrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
Bila stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadap stimulus maka timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversibel). Namun, jika stimulus menetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap (ireversibel) yaitu sel akan  mati atau nekrosis. Sel yang mati merupakan hasil akhir dari jejas sel yang biasanya disebabkan oleh iskemia, infeksi, dan reksi imun. Adaptasi, jejas, dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal sel.

a)      Kematian sel
Perubahan gambaran morfologi kematian sel dibagi menjadi dua, yaitu ;
1.        Nekrosis atau nekrosis koagulasi
Jenis kematian sel yang umum dijumpai setelah sel terpapar stimulus eksogen, seperti iskemi dan rangsang kimia yang menyebabkan pembengkakan sel, selanjutnya sel pecah terjadi denaturasi koagulasi protein sitoplasma dan hancurnya organel sel.
2.        Apoptosis
Peristiwa apoptosis dijumpai secara teratur selama proses embriogenesis dan proses fisiologik (contoh hancurnya sel endometrium pada proses menstruasi), sel-sel yang tidak diinginkan akan dibuang. Apoptosis juga dapat ditemukan dalam keadaan patologik dan kadang kala disertai nekrosis.
Gambar morfologi penghancuran dan fragmentasi kromatin:



 




                                                                                         Adaptasi












 



Jejas reversibel
                                  Sel normal
                                       
Sel yang telah mati
Penyebab jejas sel baik yang sementara maupun yang menetap dapat berasal dari eksternal dan internal , seperti faktor genetik dan faktor enzim yang mengganggu fungsi metabolisme. Secara garis besar, penyebab jejas dapat digolongkan sebagai berikut ;
1.    Hipoksia , merupakan penyebab umum dari jejas sel dan kematian sel yang menyerang respirasi aerobik eksudatif. Misalnya, peredaran darah berkurang (iskemia) akibat arteriosklerosis atau trombi, kegagalan sistem kardiovaskular, anemia yang menimbulkan gangguan pada gangguan oksigen , keracunan karbon monoksida yang menimbulkan karbon monogsihemoglobin sehingga menghambat pengangkutan oksigen ,dll.
2.    Bahan fisik , dapat berupa mekanik, termis, aktinis, (misalnya sinar ultraviolet), dan elektrik.
3.    Bahan kimia, bahan kimia baik dalam bentuk makanan maupun obat-obatan dapat pula menyebabkan jejas pada sel. Bahan kimis seperti glikosa dan garam hipertonik menimbulkan jejas sel; racun seperti arsen, sianida atau garam merkuri menyebabkan kematian sel dalam waktu yang singkat.
4.    Organisme , organisme penyebab jejas sel dapat bervariasi mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit, bahkan cacing.
5.    Reaksi imunologik, keadaan yang paling parah yaitu kematian dapat disebabkan oleh reaksi imunologik seperti pada reaksi anafilaktik ataupun reaksi antigen endogen yang menimbulkan penyakit autoimun.
6.    Kelainan genetik, defek pada genetik sering menyebabkan jejas sel , antara lain ditemukan pada sindrom down dan anemia sel sabit.
7.    Gangguan nutrisi , ketidakseimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel , antara lain defisiensi protein, vitamin, dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis

b)      Adaptasi sel
Adaptasi ini dapat dibagi menjadi dua yaitu adaptasi fisiologik dan adaptasi patologik.
Adaptasi fisiologik merupakan reaksi sel terhadap stimulus normal oleh hormon atau bahan kimia endogen, seperti pembesaran kelenjar mammae dan induksi laktasi pada kehamilan. Adaptasi patologik adaptasi sel terhadap stimulus abnormal. Jadi, adaptasi merupakan tahap antara sel normal dengan sel yang sakit.
Sel dapat beradaptasi melalui atrofi, hipertrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
Ø  Atrofi, adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati. Istilah atrofi tidak dapat dapat digunakan bila suatu organ tubuh membesar kerena suatu sebab dan kemudian menjadi normal kembali , keadaan ini disebut resolusi. Contohnya, uterus yang pada kehamilan ukurannya membesar dan setelah melahirkan , ukurannya akan menyusut menjadi normal kembali.
Atrofi dapat disebabkan oleh penurunan beban kerja , hilangnya inervasi saraf, berkurangnya vaskularisasi , nutrisi yang tidak adekuat , hilangnya stimulus endokrin , dan usia lanjut.
Umumnya, atrofi terjadi pada sel yang jarang mengalami pembelahan seperti sel otot, tetapi pada atrofi numerik terjadi pada jaringan yang sel-selnya sering membelah terutama pada kelenjar. Jadi, atrofi numerik adalah perubahan ukuran organ atau jaringan menjadi lebuh kecil akibat jumlah sel parenkim berkurang. Contohnya, penderita yang diberikan kortikosteroid jangka panjang , akan mengalami atrofi pada korteks adrenal karena berkurangnya sel-sel korteks.
Ø  Atrofi fisiologik , adalah atrofi yang merupakan proses normal pada manusia. Misalnya pada atrofi senilis, organ tubuh individu lanjut usia akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atrofi menyeluruh (general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan (starvation) . penyebab atrofi senilis adalah hilangnya rangsang tubuh, berkurangnya vaskularisasi darah akibat arteriosklerosis, dan berkurangnya rangsang endokrin. Vaskularisasi berkurang akibat arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula dengan rangsang endokrin yang berkurang pada periode menopause , menyebabkan payudara menjadi kecil , ovarium dan uterus menjadi tipis dan kriput.
Ø  Atrofi patologik , dapat dibagi menjadi beberapa kelompok , antara lain atrofi disuse atau atrofi inactivity, atrofi desakan, atropi endokrin, atrofi vaskular , atrofi payah, atrofi serosa (serous), dan atrofi coklat.
1.    Atrofi disuse adalah atrofi yang terjadi pada organ yang tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama, misalnya otot tungkai yang oleh suatu sebab harus difiksasi (digips) sehingga tidak dapat digerakkan untuk jangka waktu lama. Bila fiksasi dilepas maka tungkai akan menjadi lebih kecil daripada tungakai sisi lainnya. Begitu pula dengan atrofi pada otot karena hilangnya persarafan pada penyakit poliomielitis. Atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls tropik yang dinamakan atrofi neurotropik.
2.    Atrofi desakan ,terjadi pada suatu organ tubuh yang mendesak dalam jangka waktu lama. Atrofi desakan dapat dibagi menjadi fisiologik dan patologik. Contoh atrofi desakan fisiologik  adalah jaringan gingiva yang terdesak akibat gigi yang akan erupsi pada anak-anak. Sedangkan contoh atrofi desakan patologik adalah desakan sternum oleh aneurisma aorta sehingga menyebabkan sternum menjadi lebih tipis; atau desakan organ akibat tumor.
3.    Atrofi endokrin , terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang hormon tertentu. Keadaan atrofi akan timbul jika hormon tropik berkurang atau bahkan tidak ada. Keadaan ini dapat ditemukan pada penyakit simmond yaitu kelenjar hipofisis tidak aktif sehingga menyebabkan atrofi kelenjar tiroid, adrenal, dan ovarium.
4.    Atrofi vaskular , terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah nilai kritis.
5.    Atrofi payah (exhaustion atrophy) . kelenjar endokrin yang terus menerus menghasilkan hormon secara berlebihan akan mengalami atrofi payah.
6.    Atrofi serosa ,dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air atau lendir karena berkurangnya lemak adiposa dan meningkatnya substansi dasar interselular.
7.    Atrofi coklat, juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati. Organ ini akan menjadi lebih kecil dan berwarna coklat tua akibat pengendapan pigmen lipofusin pada sel.

Ø  Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi tidak dijumpai sel-sel yang baru, hanya sel yang menjadi lebih besar. Sel menjadi lebih besar bukan karena penambahan cairan intraselular seperti pada degenerasi albumin , melainkan karena sintesis komponen atau struktur sel bertambah. Secara umum, hipertrofi disebabkan oleh permintaan fungsi yang meningkat dan stimulus hormon spesifik. Hipertrofi dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik.
                        Hipertrofi fisiologik contohnya adalah hipertrofi otot rangka atau tungkai pada pengemudi becak, dan hipertrofi otot rangka pada binaragawan. Hepertrofik otot lurik ini disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan (permintaan fungsi yang meningkat).
                        Hipertrofi patologik disebabkan oleh keadaan patologik seperti pada penderita hipertensi dan stenosis mitralis atau stenosis aorta sehingga otot jantung menjadi lebih besar.
Ø  Hiperplasia
Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Pada hiperplasia terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sering kali hiperplasia dan hipertropi terjadi bersamaan dan saling berhubungan erat.
Hiperplasia dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik
                        Hiperplasia fisiologik terjadi karena sebab yang fisiologis atau normal dalam tubuh. Hiperplasia ini di bagi menjadi hiperplasia hormonal dan hiperplasi dan hiperplasia kompensasi. Contoh hiperplasia hormonal, epitel kelenjar mammae pada wanita pubertas mengalami hiperplasia sehingga terjadi pembesaran buah dada; uterus pada wanita hamil akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Contoh hiperplasia kompensasi , jika dilakukan parsial hepatektomi akan menyebabkan aktivitas mitosis sel hepatosit meningkat. Contoh lain pada penyembuhan luka , terjadi proliferasi sel fibroblas dan pembuluh darah yang dipicu oleh faktor pertumbuhan (growth facto)
                        Hiperplasia patologik disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan atau efek berlebihan dari hormon pertumbuhan pada sel sasaran. Contoh hiperplasia karena rangsang hormonal endometrium menyebabkan hiperplasia glandularis kistika endometrium. Perlu diperhatikan bahwa hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor ganas. Pada penderita hiperplasia endometrium memiliki resiko tinggi menjadi adenokarsinoma endometrium. Faktor pertumbuhan yang memicu  terjadinya hiperplasia juga dapat menimbulkan keadaan patologik , contoh pada kutil yang disebabkan infeksi virus seperti virus jenis papiloma.
                        Kemampuan tiap sel tubuh untuk mengadaka hiperplasia tidak sama. Sel yang mudah melakukan daya hiperplasia adalah sel epitel kulit, sel epitel usus halus, sel hepatosit, fibroblas dan sel sumsum tulang . sel yang masih memiliki daya hiperplasia walaupun rendah adalah sel tulang, sel tulang rawan dan sel otot polos. Sedangkan sel yang tidak memiliki daya hiperplasia adalah sel saraf , sel otot jantung, dan sel otot rangka.
Ø  Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain. Metaplasia juga dapat dikelompokkan menjadi epitelial dan jaringan ikat.
                        Metaplasia epitelial sering terjadi pada sel epitel kolumnar yang berubah menjadi sel epitel skuamosa. Misalnya , (1) iritasi kronis pada saluran pernapasan individu perokok , sel epitel kolumnar bersilia di trakea dan bronkus  sering berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis; (2) batu saluran kelenjar liur, pankreas atau duktus biliaris akan menyebabkan sel epitel kolumnar bersekresi berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis yang tidak berfungsi; (3) defisiensi vitamin A menyebabkan metaplasia skuamosa dari sel epitel traktus respiratorius.
     Bila iritasi yang menyebabkan proses metaplasia tetap berlangsung, hal ini dapat memicu perubahan menuju keganasan dari sel metaplastik. Bentuk keganasan dari sel epitel skuamosa disebut karsinoma. Misalnya , pada barret’s esofagitis, terjadimetaplasia sel epitel skuamosa berlapis dari esofagus berubah menjadi sel epitel kolumnardari gaster, dan jika menjadi suatu neoplastik maka disebut sebagai adenokarsinoma.
     Metaplasia jaringan ikat terjadi pada sel mesinkim. Contoh pada sel fibroblas yang memiliki kapasitas pluripoten dan dapat berubah menjadi sel osteoblas atau kondroblas sehingga membentuk tulang atau kartilago di tempat yang tidak seharusnya ada. Hal ini biasa dijumpai pada fokus jejas, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi tanpa penyebab yang jelas.
Ø  Induksi
Induksi merupakan hipertrofi pada retikulum endoplasmik, tempat kemampuan adaptasi sel terjadi pada bagian subseluler. Misalnya, pada individu yang menggunakan obat tidur (hipnotikum) dalam jangka waktu lama, retikulum endoplasmik sel hepatosit akan melakukan adaptasi hepertrofi terhadap obat tidur ini. Hal ini disebabkan oleh barbiturat akan didetoksifikasi di hepar sehingga untuk dapat tidur memerlukan dosis obat yang semakin besar.
Ø  Didplasia dan Anaplasia
Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun. Ciri khas displasia adalah hilangnya orientasi sel, sel berubah bentuk dan ukuranya, ukuran dan bentuk inti berubah, hiperkromatik dan gambaran mitosis lebih banyak daripada normal. Contoh displasia epitel skuamosa berlapis pada serviks uteri adalah sel epitel skuamosa berlapis pada serviks menebal, disorientasi epitel skuamosa , dan gambaran mitosis yang abnormal. Keadaan displasia sel juga dijumpai sel epitel traktus respiratorius yang mengalami metaplasia skuamosa. Didplasia tidak selalu berubah menjadi tumor ganas karena jika penyebab displasia disingkirkan, sel epitel akan (reversibel).
Anaplasia adalah perubahan ke arah kemunduran dari sel dewasa menjadi sel yang lebih primitif. Sel-sel yang baru ini nampak sangat berbeda daripada sel normal, baik dalam struktur, bentuk, ukuran, kromatin, mitosis dan orientasi sel. Jadi, anaplasia merupakan ciri khas sel tumor ganas dan bersifat menetap (ireversibel).
                    Sel yang mengalami anaplasia, memiliki karakteristik sebagai berikut;
1.      Ukuran sel bervariasi, dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2.      Pleomorfik (variasi dalam ukuran, bentuk sel, dan nukleus).
3.      Hiperkromatik (nukleus mengandung lebuh banyak DNA).
4.      Kromatin nampak kasar dan menggumpal, nukleolus nampak jelas.
5.      Perbandingan antara nukleus dan sitoplasma nampak abnormal 1:1(normal 1:4 atau 1:6).
6.      Mitosis abnormal.
7.      Amitotik mitosis ( pembelahan inti sel yang tidak diikuti pembelahan sitoplasma sel) sehingga terbentuk sel dengan satu atau lebih nukleus yang dsebut sel datia neoplastik atau sel datia tumor.
Sel datia tumor memiliki dua nukleus atau lebih, tetapi tidak terlalu banyak (kurang dari 7) dan menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia lain yangt menyerupai sel dtia tumor adalah sel datia benda asing dan sel datia langhanz. Sel datia benda asing memiliki banyak nukleus dan tidak menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia langhanz khas di jumpai pada penyakit tuberkulosis, memiliki inti yang banyak dan tersusun di perifer, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran atau huruf U atau berkumpul dalam atau kutup (pool). Sel datia lanhanz dan sel datia benda asing terbentuk karena fusi dari sel makrofag.
D.  INDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTA SOLUSINYA
Adapun pertanyaan yang dapat menujukan relevansi dan keterkaitan atas konsep yang dipelajari pada pertemuan pertama ini yaitu :
1.       Saida : Contoh penyakit yg mengalami Perubahan morfologi n perubahan struktur sel atau jaringan yang khas.
Jawababn :
Ø  Indra Bagis : Kanker payudara.
Ø  Endang : Cacar
2.       Endang : Uraikan secara Ditail maksud dr pnjelasan : Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun.
Jawaban :
Ø  Dosen : Jadi displasi seperti halnya penyakit tumor yg belum begitu ganas jadi bias diangkat.
3.       Yunita : Bagaimana Adaptasi Sel Abnormal terhadap sel normal ?
Jawaban :
Ø  Dosen : Adaptasinya sel dapat melalui Atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.
Atrofi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati.
Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula.
Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal.
Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain.

E.  REFLEKSI DIRI
Sebagai bentuk refleksi diri saya, pada pemaparan/penyampaikan  materi dari kelompok 1(Pertama) sudah saya mengerti dan paham. Dimana pembahasannya banyak mengkaji mengenai aspek terjadinya penyakit, jejas sel dan adapatasi sel. .
Dengan mempelajari materi ini, disini saya sangat paham bahwa aspek terjadinya penyakit itu ada 2 yaitu : Internal (Genetik) dan Eksternal (Lingkungan).