Kamis, 03 April 2014

Jurna 2 Patologi 'jejas sel dan dan adaptasi sel'



JURNAL BELAJAR PATOLOGI

A.  IDENTITAS JURNAL
Mata Kuliah                      : Patologi
Dosen                                 : Yuli Hartanto, M.Pd
Nama Mahasiswa             : Sri Endang Satriani
Nim/Kelas                          : 11.01.14.0182/ VIB
Hari/Tanggal                     : Senin/24 Maret 2014
Pertemuan                         : 2 (Dua)
Pokok Sub Bahan                        : Perubahan Patologi Sel dan Jaringan

B.  PENDAHULUAN
Pada pertemuan kali ini dalam Mata kuliah Patologi  yang berlangsung pada  pukul 17.20 WIB. Yang dibimbing oleh Bapak Yuli Hartanto,M.Pd.  dan dengan presentasi kelompok 1(Pertama) yang topik pembahasan yaitu mengenai perubahan patologi sel dan jaringan.
C.  MATERI
2.1    Pengertian ilmu patologi anatomi
Patologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit terutama perubahan struktur dan fungsi dari sel, jaringan, dan organ akibat penyakit.
Patologi anatomi dibagi menjadi dua yaitu ;
a.       Patologi anatomi umum
Mempelajari reaksi dasar dari sel dan jaringan terhadap stimulus atau rangsangan abnormal, yang merupan dasar dari semua penyakit.
b.      Patologi anatomi khusus
Mempelajari respons spesifik jaringan dan organ tertentu terhadap stimulus atau rangsangan yang diketahui
2.2    Bahan dan teknik pemeriksaan patologi anatomi
Bahan pemeriksaan patologi anatomi yang diperlukan untuk diagnosis, dapat berupa ;
1)      Biopsi
Potongan jaringan atau bahan lain yang didapat dari tubuh penderitadan digunakan untuk menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik sehingga dapat ditentukan diagnosis selanjutnya yang diperlukan untuk membuat rencana atau tindakan perawatan . Bahan biopsi dapat diperoleh melalui berbagai cara, misalnya eksisi, biopsi jarum, punch biopsy dan endoskopi.

2)      Sitologi
Bahan sitologi  berupa cairan tubuh yang abnormal; dalam keadaan normal tidak dijumpai adanya cairan tersebut dalam tubuh, misalnya sputum, cairan keputihan, cairan asites, air seni, darah, bahan dari permukaan lesi mulut dan sekret lain.

3)      Hasil operasi
Bahan ini diambil dari tubuh saat dilakukan operasi. Umumnya dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya keganasan , luas kelainan serta penyakit lain yang belum ditemukan sebelum atau pada waktu operasi.
                        Beberapa teknik atau cara pemeriksaan yang digunakan dalam patologi anatomi adalah sebagai berikut;
1.    Makroskopik ; pemeriksaan perubahan secara visual dan perabaan.
2.    Mikroskopik/histopatologik; pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya.
3.    Sitologik; pemeriksaan terhadap perubahan yang terjadi dalam sel secara individual. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui perubahan struktur setiap sel yang ditemukan , biasanya digunakan untuk mendeteksi kanker, kelainan genetik, dan kelainan harmonal.
4.    Mikroskop elektron
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pada organel ultrastruktural dalam sel, biasanya digunakan dalam penelitian.
5.    Otopsi atau abduksi
Adalah bedah mayat klinis yang dilakukan dalam ilmu forensik (otopsi kehakiman) dan patologi anatomi. Dalam pandangan patologi anatomi , melalui teknik ini dapat dikrtahui penyakit-penyakit baru, teknik perawatan yang baru, dan kesalahan agnosis. Tujuan otopsi adalah membandingkan diagnosis dan perawatan sebelim individu meninggal dengan keadaan yang ditemikan setelah dilakukan otopsi. Selanjutnya hal ini akan dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini dan perawatannyapun dapat menjadi lebih baik.


2.3         Aspek dasar terjadinya proses penyakit
Dalam patologi anatomi, terdapat 4 aspek yang mendasari proses terjadinya penyakit ,yaitu ;
1.         Etiologi : dapat diartikan sebagai penyebab dari suatu penyakit. Faktor penyebab ini dapat dibagi menjadi 2 antara lain faktor intrinsik atau genetik dan faktor yang didapat (acquired).
2.         Patogenesis : adalah mekanisme perjalanan penyakit sebagai raksi sel atau jaringan terhadap faktor etiologi , mulai dari stimulus pertama hingga bentuk akhir suatu penyakit.
3.         Perubahan morfologi : penyakit sering kali menimbulkan perubahan struktur sel atau jaringan yang khas.
4.         Gejala klinis : adalah perubahan morfologi jaringan atau organ yang menyebabkan gangguan fungsi normal dari jaringan atau organ tersebut.

2.4               Jejas sel
Sel normal memiliki fungsi dan struktur yang terbatas  dalam metabolisme, diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel di sekitarnya dan tersediannya bahan- bahan dasar metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik normal yang dikenal dengan istilah homeostasis normal.
Bila suatu sel mendapatkan rangsangan atau stimulus patologik, secara fisiologi k dan morfologik, sel akan mengalami adaptasi, yaitu perubahan sel sebagai reaksi terhadap stimulus dan sel masih dapat bertahan hidup serta mengatur fungsinya.reaksi adaptasi dapat berupa hipertrofi, atrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
Bila stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadap stimulus maka timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversibel). Namun, jika stimulus menetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap (ireversibel) yaitu sel akan  mati atau nekrosis. Sel yang mati merupakan hasil akhir dari jejas sel yang biasanya disebabkan oleh iskemia, infeksi, dan reksi imun. Adaptasi, jejas, dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal sel.

a)      Kematian sel
Perubahan gambaran morfologi kematian sel dibagi menjadi dua, yaitu ;
1.        Nekrosis atau nekrosis koagulasi
Jenis kematian sel yang umum dijumpai setelah sel terpapar stimulus eksogen, seperti iskemi dan rangsang kimia yang menyebabkan pembengkakan sel, selanjutnya sel pecah terjadi denaturasi koagulasi protein sitoplasma dan hancurnya organel sel.
2.        Apoptosis
Peristiwa apoptosis dijumpai secara teratur selama proses embriogenesis dan proses fisiologik (contoh hancurnya sel endometrium pada proses menstruasi), sel-sel yang tidak diinginkan akan dibuang. Apoptosis juga dapat ditemukan dalam keadaan patologik dan kadang kala disertai nekrosis.
Gambar morfologi penghancuran dan fragmentasi kromatin:



 




                                                                                         Adaptasi












 



Jejas reversibel
                                  Sel normal
                                       
Sel yang telah mati
Penyebab jejas sel baik yang sementara maupun yang menetap dapat berasal dari eksternal dan internal , seperti faktor genetik dan faktor enzim yang mengganggu fungsi metabolisme. Secara garis besar, penyebab jejas dapat digolongkan sebagai berikut ;
1.    Hipoksia , merupakan penyebab umum dari jejas sel dan kematian sel yang menyerang respirasi aerobik eksudatif. Misalnya, peredaran darah berkurang (iskemia) akibat arteriosklerosis atau trombi, kegagalan sistem kardiovaskular, anemia yang menimbulkan gangguan pada gangguan oksigen , keracunan karbon monoksida yang menimbulkan karbon monogsihemoglobin sehingga menghambat pengangkutan oksigen ,dll.
2.    Bahan fisik , dapat berupa mekanik, termis, aktinis, (misalnya sinar ultraviolet), dan elektrik.
3.    Bahan kimia, bahan kimia baik dalam bentuk makanan maupun obat-obatan dapat pula menyebabkan jejas pada sel. Bahan kimis seperti glikosa dan garam hipertonik menimbulkan jejas sel; racun seperti arsen, sianida atau garam merkuri menyebabkan kematian sel dalam waktu yang singkat.
4.    Organisme , organisme penyebab jejas sel dapat bervariasi mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit, bahkan cacing.
5.    Reaksi imunologik, keadaan yang paling parah yaitu kematian dapat disebabkan oleh reaksi imunologik seperti pada reaksi anafilaktik ataupun reaksi antigen endogen yang menimbulkan penyakit autoimun.
6.    Kelainan genetik, defek pada genetik sering menyebabkan jejas sel , antara lain ditemukan pada sindrom down dan anemia sel sabit.
7.    Gangguan nutrisi , ketidakseimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel , antara lain defisiensi protein, vitamin, dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis

b)      Adaptasi sel
Adaptasi ini dapat dibagi menjadi dua yaitu adaptasi fisiologik dan adaptasi patologik.
Adaptasi fisiologik merupakan reaksi sel terhadap stimulus normal oleh hormon atau bahan kimia endogen, seperti pembesaran kelenjar mammae dan induksi laktasi pada kehamilan. Adaptasi patologik adaptasi sel terhadap stimulus abnormal. Jadi, adaptasi merupakan tahap antara sel normal dengan sel yang sakit.
Sel dapat beradaptasi melalui atrofi, hipertrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
Ø  Atrofi, adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati. Istilah atrofi tidak dapat dapat digunakan bila suatu organ tubuh membesar kerena suatu sebab dan kemudian menjadi normal kembali , keadaan ini disebut resolusi. Contohnya, uterus yang pada kehamilan ukurannya membesar dan setelah melahirkan , ukurannya akan menyusut menjadi normal kembali.
Atrofi dapat disebabkan oleh penurunan beban kerja , hilangnya inervasi saraf, berkurangnya vaskularisasi , nutrisi yang tidak adekuat , hilangnya stimulus endokrin , dan usia lanjut.
Umumnya, atrofi terjadi pada sel yang jarang mengalami pembelahan seperti sel otot, tetapi pada atrofi numerik terjadi pada jaringan yang sel-selnya sering membelah terutama pada kelenjar. Jadi, atrofi numerik adalah perubahan ukuran organ atau jaringan menjadi lebuh kecil akibat jumlah sel parenkim berkurang. Contohnya, penderita yang diberikan kortikosteroid jangka panjang , akan mengalami atrofi pada korteks adrenal karena berkurangnya sel-sel korteks.
Ø  Atrofi fisiologik , adalah atrofi yang merupakan proses normal pada manusia. Misalnya pada atrofi senilis, organ tubuh individu lanjut usia akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atrofi menyeluruh (general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan (starvation) . penyebab atrofi senilis adalah hilangnya rangsang tubuh, berkurangnya vaskularisasi darah akibat arteriosklerosis, dan berkurangnya rangsang endokrin. Vaskularisasi berkurang akibat arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula dengan rangsang endokrin yang berkurang pada periode menopause , menyebabkan payudara menjadi kecil , ovarium dan uterus menjadi tipis dan kriput.
Ø  Atrofi patologik , dapat dibagi menjadi beberapa kelompok , antara lain atrofi disuse atau atrofi inactivity, atrofi desakan, atropi endokrin, atrofi vaskular , atrofi payah, atrofi serosa (serous), dan atrofi coklat.
1.    Atrofi disuse adalah atrofi yang terjadi pada organ yang tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama, misalnya otot tungkai yang oleh suatu sebab harus difiksasi (digips) sehingga tidak dapat digerakkan untuk jangka waktu lama. Bila fiksasi dilepas maka tungkai akan menjadi lebih kecil daripada tungakai sisi lainnya. Begitu pula dengan atrofi pada otot karena hilangnya persarafan pada penyakit poliomielitis. Atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls tropik yang dinamakan atrofi neurotropik.
2.    Atrofi desakan ,terjadi pada suatu organ tubuh yang mendesak dalam jangka waktu lama. Atrofi desakan dapat dibagi menjadi fisiologik dan patologik. Contoh atrofi desakan fisiologik  adalah jaringan gingiva yang terdesak akibat gigi yang akan erupsi pada anak-anak. Sedangkan contoh atrofi desakan patologik adalah desakan sternum oleh aneurisma aorta sehingga menyebabkan sternum menjadi lebih tipis; atau desakan organ akibat tumor.
3.    Atrofi endokrin , terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang hormon tertentu. Keadaan atrofi akan timbul jika hormon tropik berkurang atau bahkan tidak ada. Keadaan ini dapat ditemukan pada penyakit simmond yaitu kelenjar hipofisis tidak aktif sehingga menyebabkan atrofi kelenjar tiroid, adrenal, dan ovarium.
4.    Atrofi vaskular , terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah nilai kritis.
5.    Atrofi payah (exhaustion atrophy) . kelenjar endokrin yang terus menerus menghasilkan hormon secara berlebihan akan mengalami atrofi payah.
6.    Atrofi serosa ,dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air atau lendir karena berkurangnya lemak adiposa dan meningkatnya substansi dasar interselular.
7.    Atrofi coklat, juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati. Organ ini akan menjadi lebih kecil dan berwarna coklat tua akibat pengendapan pigmen lipofusin pada sel.

Ø  Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi tidak dijumpai sel-sel yang baru, hanya sel yang menjadi lebih besar. Sel menjadi lebih besar bukan karena penambahan cairan intraselular seperti pada degenerasi albumin , melainkan karena sintesis komponen atau struktur sel bertambah. Secara umum, hipertrofi disebabkan oleh permintaan fungsi yang meningkat dan stimulus hormon spesifik. Hipertrofi dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik.
                        Hipertrofi fisiologik contohnya adalah hipertrofi otot rangka atau tungkai pada pengemudi becak, dan hipertrofi otot rangka pada binaragawan. Hepertrofik otot lurik ini disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan (permintaan fungsi yang meningkat).
                        Hipertrofi patologik disebabkan oleh keadaan patologik seperti pada penderita hipertensi dan stenosis mitralis atau stenosis aorta sehingga otot jantung menjadi lebih besar.
Ø  Hiperplasia
Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Pada hiperplasia terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sering kali hiperplasia dan hipertropi terjadi bersamaan dan saling berhubungan erat.
Hiperplasia dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik
                        Hiperplasia fisiologik terjadi karena sebab yang fisiologis atau normal dalam tubuh. Hiperplasia ini di bagi menjadi hiperplasia hormonal dan hiperplasi dan hiperplasia kompensasi. Contoh hiperplasia hormonal, epitel kelenjar mammae pada wanita pubertas mengalami hiperplasia sehingga terjadi pembesaran buah dada; uterus pada wanita hamil akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Contoh hiperplasia kompensasi , jika dilakukan parsial hepatektomi akan menyebabkan aktivitas mitosis sel hepatosit meningkat. Contoh lain pada penyembuhan luka , terjadi proliferasi sel fibroblas dan pembuluh darah yang dipicu oleh faktor pertumbuhan (growth facto)
                        Hiperplasia patologik disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan atau efek berlebihan dari hormon pertumbuhan pada sel sasaran. Contoh hiperplasia karena rangsang hormonal endometrium menyebabkan hiperplasia glandularis kistika endometrium. Perlu diperhatikan bahwa hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor ganas. Pada penderita hiperplasia endometrium memiliki resiko tinggi menjadi adenokarsinoma endometrium. Faktor pertumbuhan yang memicu  terjadinya hiperplasia juga dapat menimbulkan keadaan patologik , contoh pada kutil yang disebabkan infeksi virus seperti virus jenis papiloma.
                        Kemampuan tiap sel tubuh untuk mengadaka hiperplasia tidak sama. Sel yang mudah melakukan daya hiperplasia adalah sel epitel kulit, sel epitel usus halus, sel hepatosit, fibroblas dan sel sumsum tulang . sel yang masih memiliki daya hiperplasia walaupun rendah adalah sel tulang, sel tulang rawan dan sel otot polos. Sedangkan sel yang tidak memiliki daya hiperplasia adalah sel saraf , sel otot jantung, dan sel otot rangka.
Ø  Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain. Metaplasia juga dapat dikelompokkan menjadi epitelial dan jaringan ikat.
                        Metaplasia epitelial sering terjadi pada sel epitel kolumnar yang berubah menjadi sel epitel skuamosa. Misalnya , (1) iritasi kronis pada saluran pernapasan individu perokok , sel epitel kolumnar bersilia di trakea dan bronkus  sering berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis; (2) batu saluran kelenjar liur, pankreas atau duktus biliaris akan menyebabkan sel epitel kolumnar bersekresi berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis yang tidak berfungsi; (3) defisiensi vitamin A menyebabkan metaplasia skuamosa dari sel epitel traktus respiratorius.
     Bila iritasi yang menyebabkan proses metaplasia tetap berlangsung, hal ini dapat memicu perubahan menuju keganasan dari sel metaplastik. Bentuk keganasan dari sel epitel skuamosa disebut karsinoma. Misalnya , pada barret’s esofagitis, terjadimetaplasia sel epitel skuamosa berlapis dari esofagus berubah menjadi sel epitel kolumnardari gaster, dan jika menjadi suatu neoplastik maka disebut sebagai adenokarsinoma.
     Metaplasia jaringan ikat terjadi pada sel mesinkim. Contoh pada sel fibroblas yang memiliki kapasitas pluripoten dan dapat berubah menjadi sel osteoblas atau kondroblas sehingga membentuk tulang atau kartilago di tempat yang tidak seharusnya ada. Hal ini biasa dijumpai pada fokus jejas, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi tanpa penyebab yang jelas.
Ø  Induksi
Induksi merupakan hipertrofi pada retikulum endoplasmik, tempat kemampuan adaptasi sel terjadi pada bagian subseluler. Misalnya, pada individu yang menggunakan obat tidur (hipnotikum) dalam jangka waktu lama, retikulum endoplasmik sel hepatosit akan melakukan adaptasi hepertrofi terhadap obat tidur ini. Hal ini disebabkan oleh barbiturat akan didetoksifikasi di hepar sehingga untuk dapat tidur memerlukan dosis obat yang semakin besar.
Ø  Didplasia dan Anaplasia
Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun. Ciri khas displasia adalah hilangnya orientasi sel, sel berubah bentuk dan ukuranya, ukuran dan bentuk inti berubah, hiperkromatik dan gambaran mitosis lebih banyak daripada normal. Contoh displasia epitel skuamosa berlapis pada serviks uteri adalah sel epitel skuamosa berlapis pada serviks menebal, disorientasi epitel skuamosa , dan gambaran mitosis yang abnormal. Keadaan displasia sel juga dijumpai sel epitel traktus respiratorius yang mengalami metaplasia skuamosa. Didplasia tidak selalu berubah menjadi tumor ganas karena jika penyebab displasia disingkirkan, sel epitel akan (reversibel).
Anaplasia adalah perubahan ke arah kemunduran dari sel dewasa menjadi sel yang lebih primitif. Sel-sel yang baru ini nampak sangat berbeda daripada sel normal, baik dalam struktur, bentuk, ukuran, kromatin, mitosis dan orientasi sel. Jadi, anaplasia merupakan ciri khas sel tumor ganas dan bersifat menetap (ireversibel).
                    Sel yang mengalami anaplasia, memiliki karakteristik sebagai berikut;
1.      Ukuran sel bervariasi, dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2.      Pleomorfik (variasi dalam ukuran, bentuk sel, dan nukleus).
3.      Hiperkromatik (nukleus mengandung lebuh banyak DNA).
4.      Kromatin nampak kasar dan menggumpal, nukleolus nampak jelas.
5.      Perbandingan antara nukleus dan sitoplasma nampak abnormal 1:1(normal 1:4 atau 1:6).
6.      Mitosis abnormal.
7.      Amitotik mitosis ( pembelahan inti sel yang tidak diikuti pembelahan sitoplasma sel) sehingga terbentuk sel dengan satu atau lebih nukleus yang dsebut sel datia neoplastik atau sel datia tumor.
Sel datia tumor memiliki dua nukleus atau lebih, tetapi tidak terlalu banyak (kurang dari 7) dan menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia lain yangt menyerupai sel dtia tumor adalah sel datia benda asing dan sel datia langhanz. Sel datia benda asing memiliki banyak nukleus dan tidak menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia langhanz khas di jumpai pada penyakit tuberkulosis, memiliki inti yang banyak dan tersusun di perifer, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran atau huruf U atau berkumpul dalam atau kutup (pool). Sel datia lanhanz dan sel datia benda asing terbentuk karena fusi dari sel makrofag.
D.  INDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTA SOLUSINYA
Adapun pertanyaan yang dapat menujukan relevansi dan keterkaitan atas konsep yang dipelajari pada pertemuan pertama ini yaitu :
1.       Saida : Contoh penyakit yg mengalami Perubahan morfologi n perubahan struktur sel atau jaringan yang khas.
Jawababn :
Ø  Indra Bagis : Kanker payudara.
Ø  Endang : Cacar
2.       Endang : Uraikan secara Ditail maksud dr pnjelasan : Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun.
Jawaban :
Ø  Dosen : Jadi displasi seperti halnya penyakit tumor yg belum begitu ganas jadi bias diangkat.
3.       Yunita : Bagaimana Adaptasi Sel Abnormal terhadap sel normal ?
Jawaban :
Ø  Dosen : Adaptasinya sel dapat melalui Atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.
Atrofi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati.
Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula.
Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal.
Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain.

E.  REFLEKSI DIRI
Sebagai bentuk refleksi diri saya, pada pemaparan/penyampaikan  materi dari kelompok 1(Pertama) sudah saya mengerti dan paham. Dimana pembahasannya banyak mengkaji mengenai aspek terjadinya penyakit, jejas sel dan adapatasi sel. .
Dengan mempelajari materi ini, disini saya sangat paham bahwa aspek terjadinya penyakit itu ada 2 yaitu : Internal (Genetik) dan Eksternal (Lingkungan).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar