JURNAL BELAJAR
PATOLOGI
A.
IDENTITAS
JURNAL
Mata
Kuliah : Patologi
Dosen : Yuli
Hartanto, M.Pd
Nama
Mahasiswa : Sri Endang
Satriani
Nim/Kelas : 11.01.14.0182/ VIB
Hari/Tanggal : Senin/24 Maret 2014
Pertemuan : 2 (Dua)
Pokok
Sub Bahan : Perubahan
Patologi Sel dan Jaringan
B. PENDAHULUAN
Pada
pertemuan kali ini dalam Mata kuliah
Patologi
yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB. Yang dibimbing
oleh Bapak Yuli Hartanto,M.Pd. dan
dengan
presentasi kelompok 1(Pertama) yang topik
pembahasan yaitu mengenai perubahan
patologi sel dan jaringan.
C.
MATERI
2.1 Pengertian
ilmu patologi anatomi
Patologi adalah ilmu kedokteran yang
mempelajari penyakit terutama
perubahan
struktur dan fungsi dari sel, jaringan, dan organ akibat penyakit.
Patologi
anatomi dibagi menjadi dua yaitu ;
a. Patologi
anatomi umum
Mempelajari reaksi dasar dari sel
dan jaringan terhadap stimulus atau rangsangan abnormal, yang merupan dasar
dari semua penyakit.
b.
Patologi anatomi khusus
Mempelajari respons spesifik
jaringan dan organ tertentu terhadap stimulus atau rangsangan yang diketahui
2.2 Bahan
dan teknik pemeriksaan patologi anatomi
Bahan pemeriksaan patologi anatomi
yang diperlukan untuk diagnosis, dapat berupa ;
1) Biopsi
Potongan
jaringan atau bahan lain yang didapat dari tubuh penderitadan digunakan untuk
menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik sehingga
dapat ditentukan diagnosis selanjutnya yang diperlukan untuk membuat rencana
atau tindakan perawatan . Bahan biopsi dapat diperoleh melalui berbagai cara,
misalnya eksisi, biopsi jarum, punch
biopsy dan endoskopi.
2) Sitologi
Bahan
sitologi berupa cairan tubuh yang
abnormal; dalam keadaan normal tidak dijumpai adanya cairan tersebut dalam
tubuh, misalnya sputum, cairan keputihan, cairan asites, air seni, darah, bahan
dari permukaan lesi mulut dan sekret lain.
3) Hasil
operasi
Bahan ini
diambil dari tubuh saat dilakukan operasi. Umumnya dilakukan pemeriksaan ada
atau tidaknya keganasan , luas kelainan serta penyakit lain yang belum
ditemukan sebelum atau pada waktu operasi.
Beberapa teknik atau
cara pemeriksaan yang digunakan dalam patologi anatomi adalah sebagai berikut;
1. Makroskopik
; pemeriksaan perubahan secara visual dan perabaan.
2. Mikroskopik/histopatologik;
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya.
3. Sitologik;
pemeriksaan terhadap perubahan yang terjadi dalam sel secara individual. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui perubahan struktur setiap sel yang ditemukan ,
biasanya digunakan untuk mendeteksi kanker, kelainan genetik, dan kelainan
harmonal.
4. Mikroskop
elektron
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan pada organel ultrastruktural dalam sel, biasanya digunakan
dalam penelitian.
5. Otopsi
atau abduksi
Adalah bedah mayat klinis yang
dilakukan dalam ilmu forensik (otopsi kehakiman) dan patologi anatomi. Dalam
pandangan patologi anatomi , melalui teknik ini dapat dikrtahui
penyakit-penyakit baru, teknik perawatan yang baru, dan kesalahan agnosis.
Tujuan otopsi adalah membandingkan diagnosis dan perawatan sebelim individu
meninggal dengan keadaan yang ditemikan setelah dilakukan otopsi. Selanjutnya
hal ini akan dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini
dan perawatannyapun dapat menjadi lebih baik.
2.3
Aspek dasar terjadinya
proses penyakit
Dalam
patologi anatomi, terdapat 4 aspek yang mendasari proses terjadinya penyakit
,yaitu ;
1.
Etiologi : dapat
diartikan sebagai penyebab dari suatu penyakit. Faktor penyebab ini dapat
dibagi menjadi 2 antara lain faktor intrinsik atau genetik dan faktor yang
didapat (acquired).
2.
Patogenesis : adalah
mekanisme perjalanan penyakit sebagai raksi sel atau jaringan terhadap faktor
etiologi , mulai dari stimulus pertama hingga bentuk akhir suatu penyakit.
3.
Perubahan morfologi :
penyakit sering kali menimbulkan perubahan struktur sel atau jaringan yang
khas.
4.
Gejala klinis : adalah
perubahan morfologi jaringan atau organ yang menyebabkan gangguan fungsi normal
dari jaringan atau organ tersebut.
2.4
Jejas sel
Sel
normal memiliki fungsi dan struktur yang terbatas dalam metabolisme, diferensiasi, dan fungsi
lainnya karena pengaruh dari sel-sel di sekitarnya dan tersediannya bahan-
bahan dasar metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik normal
yang dikenal dengan istilah homeostasis normal.
Bila
suatu sel mendapatkan rangsangan atau stimulus patologik, secara fisiologi k
dan morfologik, sel akan mengalami adaptasi, yaitu perubahan sel sebagai reaksi
terhadap stimulus dan sel masih dapat bertahan hidup serta mengatur
fungsinya.reaksi adaptasi dapat berupa hipertrofi, atrofi, hiperplasia,
metaplasia, dan induksi.
Bila
stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadap stimulus
maka timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell
injury) yang biasanya bersifat sementara (reversibel). Namun, jika stimulus
menetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap
(ireversibel) yaitu sel akan mati atau
nekrosis. Sel yang mati merupakan hasil akhir dari jejas sel yang biasanya
disebabkan oleh iskemia, infeksi, dan reksi imun. Adaptasi, jejas, dan nekrosis
dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal
sel.
a)
Kematian sel
Perubahan
gambaran morfologi kematian sel dibagi menjadi dua, yaitu ;
1.
Nekrosis atau nekrosis
koagulasi
Jenis kematian sel yang umum
dijumpai setelah sel terpapar stimulus eksogen, seperti iskemi dan rangsang
kimia yang menyebabkan pembengkakan sel, selanjutnya sel pecah terjadi
denaturasi koagulasi protein sitoplasma dan hancurnya organel sel.
2.
Apoptosis
Peristiwa apoptosis dijumpai secara
teratur selama proses embriogenesis dan proses fisiologik (contoh hancurnya sel
endometrium pada proses menstruasi), sel-sel yang tidak diinginkan akan
dibuang. Apoptosis juga dapat ditemukan dalam keadaan patologik dan kadang kala
disertai nekrosis.
Gambar morfologi
penghancuran dan fragmentasi kromatin:
![]() |
Adaptasi
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||



Sel
yang telah mati
Penyebab
jejas sel baik yang sementara maupun yang menetap dapat berasal dari eksternal
dan internal , seperti faktor genetik dan faktor enzim yang mengganggu fungsi
metabolisme. Secara garis besar, penyebab jejas dapat digolongkan sebagai
berikut ;
1. Hipoksia
, merupakan penyebab umum dari jejas sel dan kematian sel yang menyerang
respirasi aerobik eksudatif. Misalnya, peredaran darah berkurang (iskemia)
akibat arteriosklerosis atau trombi, kegagalan sistem kardiovaskular, anemia
yang menimbulkan gangguan pada gangguan oksigen , keracunan karbon monoksida
yang menimbulkan karbon monogsihemoglobin sehingga menghambat pengangkutan
oksigen ,dll.
2. Bahan
fisik , dapat berupa mekanik, termis, aktinis, (misalnya sinar ultraviolet),
dan elektrik.
3. Bahan
kimia, bahan kimia baik dalam bentuk makanan maupun obat-obatan dapat pula
menyebabkan jejas pada sel. Bahan kimis seperti glikosa dan garam hipertonik
menimbulkan jejas sel; racun seperti arsen, sianida atau garam merkuri
menyebabkan kematian sel dalam waktu yang singkat.
4. Organisme
, organisme penyebab jejas sel dapat bervariasi mulai dari virus, bakteri,
jamur, parasit, bahkan cacing.
5. Reaksi
imunologik, keadaan yang paling parah yaitu kematian dapat disebabkan oleh
reaksi imunologik seperti pada reaksi anafilaktik ataupun reaksi antigen
endogen yang menimbulkan penyakit autoimun.
6. Kelainan
genetik, defek pada genetik sering menyebabkan jejas sel , antara lain
ditemukan pada sindrom down dan anemia sel sabit.
7. Gangguan
nutrisi , ketidakseimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel , antara
lain defisiensi protein, vitamin, dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan
merupakan faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis
b) Adaptasi sel
Adaptasi ini dapat dibagi menjadi dua yaitu adaptasi
fisiologik dan adaptasi patologik.
Adaptasi fisiologik merupakan reaksi sel terhadap
stimulus normal oleh hormon atau bahan kimia endogen, seperti pembesaran
kelenjar mammae dan induksi laktasi pada kehamilan. Adaptasi patologik adaptasi
sel terhadap stimulus abnormal. Jadi, adaptasi merupakan tahap antara sel
normal dengan sel yang sakit.
Sel dapat beradaptasi melalui atrofi, hipertrofi,
hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
Ø Atrofi, adalah perubahan ukuran sel dari normal
menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang
disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan
mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati. Istilah atrofi tidak
dapat dapat digunakan bila suatu organ tubuh membesar kerena suatu sebab dan
kemudian menjadi normal kembali , keadaan ini disebut resolusi. Contohnya,
uterus yang pada kehamilan ukurannya membesar dan setelah melahirkan ,
ukurannya akan menyusut menjadi normal kembali.
Atrofi dapat disebabkan oleh
penurunan beban kerja , hilangnya inervasi saraf, berkurangnya vaskularisasi ,
nutrisi yang tidak adekuat , hilangnya stimulus endokrin , dan usia lanjut.
Umumnya, atrofi terjadi pada sel yang jarang mengalami
pembelahan seperti sel otot, tetapi pada atrofi numerik terjadi pada jaringan
yang sel-selnya sering membelah terutama pada kelenjar. Jadi, atrofi numerik
adalah perubahan ukuran organ atau jaringan menjadi lebuh kecil akibat jumlah
sel parenkim berkurang. Contohnya, penderita yang diberikan kortikosteroid
jangka panjang , akan mengalami atrofi pada korteks adrenal karena berkurangnya
sel-sel korteks.
Ø Atrofi fisiologik , adalah atrofi yang merupakan
proses normal pada manusia. Misalnya pada atrofi senilis, organ tubuh individu
lanjut usia akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atrofi
menyeluruh (general) karena terjadi
pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan
(starvation) . penyebab atrofi
senilis adalah hilangnya rangsang tubuh, berkurangnya vaskularisasi darah
akibat arteriosklerosis, dan berkurangnya rangsang endokrin. Vaskularisasi
berkurang akibat arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak
sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu
pula dengan rangsang endokrin yang berkurang pada periode menopause ,
menyebabkan payudara menjadi kecil , ovarium dan uterus menjadi tipis dan
kriput.
Ø Atrofi patologik , dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok , antara lain atrofi disuse
atau atrofi inactivity, atrofi
desakan, atropi endokrin, atrofi vaskular , atrofi payah, atrofi serosa (serous), dan atrofi coklat.
1.
Atrofi disuse adalah atrofi yang terjadi pada organ yang tidak beraktivitas
dalam jangka waktu lama, misalnya otot tungkai yang oleh suatu sebab harus
difiksasi (digips) sehingga tidak dapat digerakkan untuk jangka waktu lama.
Bila fiksasi dilepas maka tungkai akan menjadi lebih kecil daripada tungakai
sisi lainnya. Begitu pula dengan atrofi pada otot karena hilangnya persarafan
pada penyakit poliomielitis. Atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls tropik
yang dinamakan atrofi neurotropik.
2.
Atrofi desakan ,terjadi pada suatu organ tubuh yang mendesak dalam jangka
waktu lama. Atrofi desakan dapat dibagi menjadi fisiologik dan patologik.
Contoh atrofi desakan fisiologik adalah
jaringan gingiva yang terdesak akibat gigi yang akan erupsi pada anak-anak.
Sedangkan contoh atrofi desakan patologik adalah desakan sternum oleh aneurisma
aorta sehingga menyebabkan sternum menjadi lebih tipis; atau desakan organ
akibat tumor.
3.
Atrofi endokrin , terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung
pada rangsang hormon tertentu. Keadaan atrofi akan timbul jika hormon tropik
berkurang atau bahkan tidak ada. Keadaan ini dapat ditemukan pada penyakit
simmond yaitu kelenjar hipofisis tidak aktif sehingga menyebabkan atrofi
kelenjar tiroid, adrenal, dan ovarium.
4.
Atrofi vaskular , terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah
hingga dibawah nilai kritis.
5.
Atrofi payah (exhaustion atrophy)
. kelenjar endokrin yang terus menerus menghasilkan hormon secara berlebihan
akan mengalami atrofi payah.
6.
Atrofi serosa ,dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada
kakheksia. Jaringan lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air
atau lendir karena berkurangnya lemak adiposa dan meningkatnya substansi dasar
interselular.
7.
Atrofi coklat, juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau
kakheksia dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati. Organ ini
akan menjadi lebih kecil dan berwarna coklat tua akibat pengendapan pigmen
lipofusin pada sel.
Ø Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambah
besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut
menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi tidak dijumpai
sel-sel yang baru, hanya sel yang menjadi lebih besar. Sel menjadi lebih besar
bukan karena penambahan cairan intraselular seperti pada degenerasi albumin ,
melainkan karena sintesis komponen atau struktur sel bertambah. Secara umum,
hipertrofi disebabkan oleh permintaan fungsi yang meningkat dan stimulus hormon
spesifik. Hipertrofi dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik.
Hipertrofi fisiologik
contohnya adalah hipertrofi otot rangka atau tungkai pada pengemudi becak, dan
hipertrofi otot rangka pada binaragawan. Hepertrofik otot lurik ini disebabkan
oleh kerja otot yang berlebihan (permintaan fungsi yang meningkat).
Hipertrofi patologik
disebabkan oleh keadaan patologik seperti pada penderita hipertensi dan
stenosis mitralis atau stenosis aorta sehingga otot jantung menjadi lebih
besar.
Ø Hiperplasia
Hiperplasia adalah
bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau
organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Pada hiperplasia terjadi
pembelahan sel atau mitosis. Sering kali hiperplasia dan hipertropi terjadi
bersamaan dan saling berhubungan erat.
Hiperplasia
dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik
Hiperplasia fisiologik
terjadi karena sebab yang fisiologis atau normal dalam tubuh. Hiperplasia ini
di bagi menjadi hiperplasia hormonal dan hiperplasi dan hiperplasia kompensasi.
Contoh hiperplasia hormonal, epitel kelenjar mammae pada wanita pubertas
mengalami hiperplasia sehingga terjadi pembesaran buah dada; uterus pada wanita
hamil akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Contoh hiperplasia kompensasi
, jika dilakukan parsial hepatektomi akan menyebabkan aktivitas mitosis sel
hepatosit meningkat. Contoh lain pada penyembuhan luka , terjadi proliferasi
sel fibroblas dan pembuluh darah yang dipicu oleh faktor pertumbuhan (growth facto)
Hiperplasia patologik
disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan atau efek berlebihan dari
hormon pertumbuhan pada sel sasaran. Contoh hiperplasia karena rangsang
hormonal endometrium menyebabkan hiperplasia glandularis kistika endometrium.
Perlu diperhatikan bahwa hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor
ganas. Pada penderita hiperplasia endometrium memiliki resiko tinggi menjadi
adenokarsinoma endometrium. Faktor pertumbuhan yang memicu terjadinya hiperplasia juga dapat menimbulkan
keadaan patologik , contoh pada kutil yang disebabkan infeksi virus seperti
virus jenis papiloma.
Kemampuan tiap sel tubuh
untuk mengadaka hiperplasia tidak sama. Sel yang mudah melakukan daya
hiperplasia adalah sel epitel kulit, sel epitel usus halus, sel hepatosit,
fibroblas dan sel sumsum tulang . sel yang masih memiliki daya hiperplasia
walaupun rendah adalah sel tulang, sel tulang rawan dan sel otot polos.
Sedangkan sel yang tidak memiliki daya hiperplasia adalah sel saraf , sel otot
jantung, dan sel otot rangka.
Ø Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa
yang lain. Metaplasia juga dapat dikelompokkan menjadi epitelial dan jaringan
ikat.
Metaplasia epitelial
sering terjadi pada sel epitel kolumnar yang berubah menjadi sel epitel
skuamosa. Misalnya , (1) iritasi kronis pada saluran pernapasan individu
perokok , sel epitel kolumnar bersilia di trakea dan bronkus sering berubah menjadi sel epitel skuamosa
berlapis; (2) batu saluran kelenjar liur, pankreas atau duktus biliaris akan
menyebabkan sel epitel kolumnar bersekresi berubah menjadi sel epitel skuamosa
berlapis yang tidak berfungsi; (3) defisiensi vitamin A menyebabkan metaplasia
skuamosa dari sel epitel traktus respiratorius.
Bila iritasi yang menyebabkan
proses metaplasia tetap berlangsung, hal ini dapat memicu perubahan menuju
keganasan dari sel metaplastik. Bentuk keganasan dari sel epitel skuamosa
disebut karsinoma. Misalnya , pada barret’s esofagitis, terjadimetaplasia sel
epitel skuamosa berlapis dari esofagus berubah menjadi sel epitel kolumnardari
gaster, dan jika menjadi suatu neoplastik maka disebut sebagai adenokarsinoma.
Metaplasia jaringan ikat terjadi
pada sel mesinkim. Contoh pada sel fibroblas yang memiliki kapasitas pluripoten
dan dapat berubah menjadi sel osteoblas atau kondroblas sehingga membentuk
tulang atau kartilago di tempat yang tidak seharusnya ada. Hal ini biasa
dijumpai pada fokus jejas, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi tanpa
penyebab yang jelas.
Ø Induksi
Induksi merupakan hipertrofi pada retikulum endoplasmik, tempat kemampuan
adaptasi sel terjadi pada bagian subseluler. Misalnya, pada individu yang
menggunakan obat tidur (hipnotikum) dalam jangka waktu lama, retikulum
endoplasmik sel hepatosit akan melakukan adaptasi hepertrofi terhadap obat
tidur ini. Hal ini disebabkan oleh barbiturat akan didetoksifikasi di hepar
sehingga untuk dapat tidur memerlukan dosis obat yang semakin besar.
Ø Didplasia dan Anaplasia
Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran
dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di
epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif
ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun.
Ciri khas displasia adalah hilangnya orientasi sel, sel berubah bentuk dan
ukuranya, ukuran dan bentuk inti berubah, hiperkromatik dan gambaran mitosis
lebih banyak daripada normal. Contoh displasia epitel skuamosa berlapis pada
serviks uteri adalah sel epitel skuamosa berlapis pada serviks menebal,
disorientasi epitel skuamosa , dan gambaran mitosis yang abnormal. Keadaan
displasia sel juga dijumpai sel epitel traktus respiratorius yang mengalami
metaplasia skuamosa. Didplasia tidak selalu berubah menjadi tumor ganas karena
jika penyebab displasia disingkirkan, sel epitel akan (reversibel).
Anaplasia adalah perubahan ke arah kemunduran dari sel dewasa
menjadi sel yang lebih primitif. Sel-sel yang baru ini nampak sangat berbeda
daripada sel normal, baik dalam struktur, bentuk, ukuran, kromatin, mitosis dan
orientasi sel. Jadi, anaplasia merupakan ciri khas sel tumor ganas dan bersifat
menetap (ireversibel).
Sel yang mengalami anaplasia, memiliki karakteristik sebagai berikut;
1.
Ukuran sel bervariasi, dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2.
Pleomorfik (variasi dalam ukuran, bentuk sel, dan nukleus).
3.
Hiperkromatik (nukleus mengandung lebuh banyak DNA).
4.
Kromatin nampak kasar dan menggumpal, nukleolus nampak jelas.
5.
Perbandingan antara nukleus dan sitoplasma nampak abnormal 1:1(normal 1:4
atau 1:6).
6.
Mitosis abnormal.
7.
Amitotik mitosis ( pembelahan inti sel yang tidak diikuti pembelahan
sitoplasma sel) sehingga terbentuk sel dengan satu atau lebih nukleus yang
dsebut sel datia neoplastik atau sel datia tumor.
Sel datia tumor memiliki dua
nukleus atau lebih, tetapi tidak terlalu banyak (kurang dari 7) dan menunjukkan
pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia lain yangt menyerupai sel dtia tumor
adalah sel datia benda asing dan sel datia langhanz. Sel datia benda asing
memiliki banyak nukleus dan tidak menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik.
Sel datia langhanz khas di jumpai pada penyakit tuberkulosis, memiliki inti
yang banyak dan tersusun di perifer, membentuk lingkaran atau setengah
lingkaran atau huruf U atau berkumpul dalam atau kutup (pool). Sel datia
lanhanz dan sel datia benda asing terbentuk karena fusi dari sel makrofag.
D.
INDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTA SOLUSINYA
Adapun pertanyaan yang dapat
menujukan relevansi dan keterkaitan atas konsep yang dipelajari pada pertemuan
pertama ini yaitu :
1.
Saida : Contoh penyakit
yg mengalami Perubahan morfologi n perubahan struktur sel atau jaringan yang
khas.
Jawababn
:
Ø Indra Bagis : Kanker payudara.
Ø Endang : Cacar
2.
Endang : Uraikan secara Ditail maksud dr pnjelasan :
Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas
variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun
jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu
neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun.
Jawaban
:
Ø Dosen : Jadi displasi seperti halnya penyakit tumor yg
belum begitu ganas jadi bias diangkat.
3.
Yunita : Bagaimana
Adaptasi Sel Abnormal terhadap sel normal ?
Jawaban
:
Ø Dosen : Adaptasinya sel dapat melalui Atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.
Atrofi
adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih
kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel
tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan
fungsi sel tetapi sel tidak mati.
Hipertrofi
adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun
oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula.
Hiperplasia
adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga
jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal.
Metaplasia
adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain.
E.
REFLEKSI DIRI
Sebagai
bentuk refleksi diri saya, pada pemaparan/penyampaikan materi dari kelompok 1(Pertama) sudah saya mengerti dan
paham. Dimana pembahasannya banyak mengkaji mengenai aspek
terjadinya penyakit, jejas sel dan adapatasi sel. .
Dengan
mempelajari materi ini, disini saya sangat paham bahwa aspek terjadinya penyakit itu ada 2 yaitu : Internal (Genetik) dan
Eksternal (Lingkungan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar